Pada 4 Agustus, setidaknya 30 orang tewas dalam serangan udara Israel di sekolah Nassr dan Hassan Salama, sebelah barat Kota Gaza, sementara pada 8 Agustus, 17 orang tewas dalam serangan terhadap sekolah Abdul Fattah Hamouda dan az-Zahra, yang juga terletak di Kota Gaza.
Dan pada 10 Agustus, lebih dari 100 orang tewas dan 150 lainnya terluka setelah pasukan Israel mengebom sekolah al-Tabin, timur Kota Gaza.
‘Benar-benar tidak dapat diterima’
William Deere, direktur Kantor UNRWA di Washington, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pasukan Israel telah menargetkan total 190 fasilitas yang dikelola PBB selama perang, “banyak dari mereka lebih dari sekali. Meskipun badan tersebut membagikan koordinat GPS mereka dengan militer Israel.
Dia berduka atas kematian rekan-rekannya, dengan mengatakan perang Israel di Gaza tampaknya sama sekali tidak memiliki dasar.
“Enam rekan yang hilang hari ini, yang membuat jumlah korban tewas di antara staf UNRWA dalam konflik ini menjadi 220, yang merupakan tertinggi dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Deere kepada Al Jazeera. Tapi, “staf kami berada di garis depan, dan mereka tidak akan mundur, mereka tidak akan berhenti melakukan pekerjaan mereka”, tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam kurangnya akun tabilitas atas pembunuhan pekerja kemanusiaan di Gaza, dan menyerukan penyelidikan yang efektif atas kematian mereka.
“Kami memiliki pengadilan, tetapi kami melihat bahwa keputusan pengadilan tidak dihormati, dan ketidak pastian akun tabilitas semacam ini yang sama sekali tidak dapat diterima dan yang juga membutuhkan refleksi serius yang serius,” kata Guterres kepada kantor berita Reuters.