Aulanews.id – “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. at-Tirmizi) Statmen ini tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya, karena disabdakan langsung oleh sang penghulu para nabi, Rasulullah SAW. Akan tetapi, apakah kemudian setiap public figure yang telah dikenal sebagai ulama di tengah-tengah masyarakat otomatis menjadi pewaris nabi? Inilah yang penting untuk dikaji dan diluruskan.
Sebagaimana kita ketahui, para nabi dan rasul memiliki level keilmuan yang sangat tinggi. Nah, ketinggian ilmu itulah yang tentunya diwariskan kepada para ulama. Apabila para nabi diyakini meraih ilmu secara laduni, maka tidakkah seharusnya para pewaris mereka pun menerima ilmu secara laduni? Pasalnya, yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu mereka, sementara ilmu mereka tidak lain bersifat laduni.
Bukan berarti tidak boleh menuntut ilmu secara kasbi, sebab ilmu kasbi merupakan salah satu sarana untuk mencapai perolehan ilmu laduni. Dalam hadits dikatakan: “Barangsiapa mengamalkan ilmu (kasbi)-nya, maka Allah wariskan kepadanya ilmu (wahbi/laduni) yang tidak pernah ia ketahui.” Selain pengamalan yang baik terhadap ilmu kasbi, ketakwaan hati juga dapat membesarkan peluang meraih ilmu laduni, sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya: “Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah memberimu ilmu (laduni).” (QS. al-Baqarah: 282). Ketakwaan tersebut juga melahirkan rasa takut kepada Allah, yang mana rasa takut itupun menjadi indikasi penting sebuah keulamaan, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah daripada hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).
Dengan tekun mengaji lalu mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, maka lahirlah ketakwaan dan rasa takut yang tinggi, sehingga hadirlah kemudian ilmu-ilmu Ilahi yang bersifat laduni, yang tentunya bermanfaat bagi seluruh makhluk di muka bumi, dan itulah sesungguhnya warisan murni para nabi. Allah SWT. berfirman: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.” (QS. Fathir: 32).
Alhasil, “Ulama adalah pewaris para nabi.” Yakni, ulama yang benar-benar ulama adalah mereka yang benar-benar mewarisi para nabi, baik dalam hal ketakwaan, akhlak, kasih sayang dan yang tak kalah penting adalah ilmu laduni. Jangan dibalik! Tidak setiap yang disebut ulama itu otomatis pewaris nabi, melainkan yang sesungguhnya layak dan pantas disebut ulama adalah yang benar-benar telah menerima warisan luhur para nabi.