Namun, juara bertahan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk Kembali bertarung mengikuti ajang PWNU Jatim Award di tahun berikutnya. “Jadi setiap juara bertahan akan diberi kurun waktu 2 tahun untuk kita pantau. Kalau masih bisa bertahan dan progresivitasnya bagus berarti keberlanjutannya sudah nampak,” ujarnya.
Menurut Koderi, hal ini menjadi penting karena banyak sekali yang dulunya punya prestasi dalam waktu 2 tahun jadi surut sehingga keberlanjutannya dipertanyakan. “Ini menarik di tahun kita akan ketahui apakah PCNU Kabupaten Blitar dalam kurun waktu 2 tahun lebih ini masih stabil, naik atau turun nanti bisa kita ukur,” jelas Koderi.
Koderi juga memastikan, larangan mengikuti ajang PWNU Jatim Award 2022 bagi juara bertahan ditujukan kepada Lembaga atau institusi dalam kepengurusan PC. “Lembaga atau institusinya yang tahun 2019 sudah menyabet juara 1 tidak bisa lagi ikut PWNU Jatim Award 2022. Tapi nanti tahun berikutnya diperbolehkan ikut kembali,” katanya. Misalnya dalam kasus PCNU Sidoarjo yang ranting Sidoarjo merupakan juara bertahan di gelaran terakhir yakni PWNU Jatim Award 2019, maka PCNU Sidoarjo tidak diperbolehkan mengikutsertakan ranting Sidoarjo lagi harus mengajukan ranting lain bila ingin tetap ikut serta. Atau misalnya untuk sekolah yang di gelaran terakhir dimenangkan SMANU Gresik, maka sekolah bersangkutan tidak bisa ikut ajang sama tahun ini.
“Jadi jika PCNU sebagai juara bertahan ingin mempertahankan gelarnya, harus mengajukan Lembaga atau isntitusi lain di bawahnya untuk memenangi PWNU Jatim Award 2022,” pungkas Koderi. (Vin)