Aulanews.id – Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan diri dari Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Ahad (15/10/2023). Mereka menyebut kepanjangan dari MK adalah Mahkamah Keluarga.
“MK, K-nya Keluarga. Mahkamah Keluarga. Menurut kami iya seperti itu. Karena tidak adanya integritas yang terjadi, karena banyak sekali intervensi-intervensi yang terjadi oleh MK ini,” ujar Koordinator aksi, Akhmad Husni saat ditemui usai aksi di depan Gedung MK, Jakarta, Ahad (15/10/2023).
Aksi ini terkait dengan putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu tentang batas usia minimal capres-cawapres yang bakal diputus MK pada Senin (16/10/2023). Akhmad kemudian menyinggung hubungan kekerabatan Ketua MK Anwar Usman dengan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menyoroti posisi Kaesang Pangarep sebagai salah satu pimpinan partai yang mengajukan gugatan di MK.
“Gugatan tersebut tertuju untuk kepentingan politik dari salah satu anak Presiden Jokowi yang mana gugatan tersebut mendapatkan jalan mudah di MK hingga sampai pada putusan di MK besok Senin. Maka, kami menilai Mahkamah Konstitusi telah menjadi Mahkamah Keluarga,” jelas Akhmad.
Menurut Akhmad, relasi hubungan keluarga pada tubuh eksekutif dengan yudikatif menjadi relasi kuasa yang dapat mencederai lembaga negara yang seharusnya netral dan berintegritas. Karenanya, Akhmad mengatakan kehadiran mereka memastikan check and balance harus tetap berjalan untuk menjaga iklim demokrasi yang sehat.
Adapun para mahasiswa membawa tiga tuntutan dalam aksi kali ini, yakni pertama, menuntut untuk MK tetap menjaga netralitas dan integritas menjelang Pemilu 2024. Lalu, menolak segala bentuk intervensi politik terhadap MK. Selain itu, menolak adanya dinasti politik yang terjadi.
Aksi ini berlangsung damai dan dalam waktu singkat. Dia mengklaim aksi kali ini adalah aksi awal untuk memantik aksi selanjutnya. Akhmad menyebut pihaknya tengah berkonsolidasi untuk menggelar aksi saat putusan besok.
Sebelumnya, ada pula aksi senada dari Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi). Mereka meminta agar Hakim MK tidak terintervensi kepentingan politik. Puluhan mahasiswa itu mengingatkan hakim MK agar tidak ‘masuk angin’ terkait putusannya besok.
“Kami ingin mengingatkan bahwasannya Hakim MK tidak tugasnya untuk membentuk Undang-Undang. Tetapi legislator, DPR dan Pemerintah yang tugasnya seperti itu,” kata Samsul.