Aulanews.id, Singapura – Empat puluh lima pebisnis, ilmuwan, akademisi dan peneliti muda dari sepuluh negara ASEAN menghadiri acara ”fire-talk” di Ruang Adinata KBRI Singapura yang digagas oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura bekerja sama dengan The ASEAN Network Singapore pada hari Jumat 13 Oktober 2023 malam. Acara ini bertajuk From Jakarta to SG: Urban Development and Connectivity in Complex Cities””yang membahas perkembangan terkini di ibukota Jakarta dengan kehadiran MRT – LRT dan kereta cepat Bandung Jakarta dan perbandingannya dengan Singapura yang seringkali menjadi benchmarking untuk perkembangan kota-kota di Indonesia.
Dialog santai ini mengundang tiga pemantik diskusi yang mewakili unsur pemerintah, akademisi dan praktisi dari Singapura dan Indonesia. Diskusi ini membedah tantangan pembangunan perkotaan dan konektivitas yang dihadapi oleh Jakarta sebagai model kota di Indonesia, dengan perbandingan Singapura yang merupakan studi kasus menarik bagi Asia Tenggara. Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, adalah sebuah megakota yang menghadapi masalah seperti kemacetan, pertumbuhan penduduk yang cepat, dan kurangnya infrastruktur. Di sisi lain, Singapura adalah sebuah negara kota kecil yang dikenal dengan sistem transportasi yang efisien dan perencanaan perkotaan yang baik. Diskusi ini mengkesplorasi strategi masing-masing dan memetakan potensi kerja sama antara dua negara.
Pembicara pertama, LeeAnn Chan, adalah data analist di Singapore Development Board yang bertugas menganalisis data untuk dipergunakan dalam perencanaan dan pengembangan kota. LeeAnn menyatakan perencanaan Singapura didasarkan atas fakta bahwa Singapura memiliki keterbatasan lahan. ”Perencanaan pembangunan Singapura dilaksanakan dalam kerangka berpikir keterbatasan lahan namun harus dapat mengakomodasi pertambahan penduduk,” jelasnya. Sehingga, pola perencanaan jangka panjang menjadi keharusan dengan mempergunakan proyeksi yang berdasarkan data. Rizki Fadhilah, perintis startup CityPlan yang sedang studi di Singapura menyatakan bahwa data menjadi penting dalam perencanaan kota, termasuk di Jakarta. ”Jakarta bergerak ke arah yang positif walau memang sebagai sebagai megacities, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan kota Jakarta jauh lebih kompleks dibanding Singapura,” ujar Rizki. Hal serupa disampaikan Prof. Zulfikar Amir, staf pengajar di Nanyang Technological University. Lulusan ITB ini menyatakan sebetulnya tidak adil membandingkan Jakarta dengan Singapura, karena banyak perbedaan konteks. ”Tapi dalam banyak hal, kedua kota bisa saling belajar. Singapura harus belajar banyak dari resiliensi sosial yang sangat kuat di Jakarta. Tapi Jakarta juga harus belajar dari perencanaan yang terukur dan berbasis data seperti yang dilakukan Singapura,”jelas Zulfikar. Bahkan, dalam konteks sustainability misalnya, Zulfikar melanjutkan, masyarakat Singapura justru harus belajar banyak dari warga Jakarta. ”Coba, apa masyarakat Singapura sanggup untuk tidak menggunakan pendingin udara di rumah?”tanyanya yang disambut gelak tawa peserta diskusi.