“Contohnya di Indramayu, ada jenis padi yang namanya Kebo dan juga modifikasi antara Kebo dan Ciherang yang namanya Borang yang kemarin-kemarin belum bisa diserap oleh Bulog padahal produksinya cukup tinggi. Para petani pun selalu teriak bagaimana saat mereka panen lalu tidak bisa diserap secara maksimal sehingga pada hasilnya mereka menemukan pasarnya masing-masing,” jelas legislator asal Dapil Jawa Barat VIII yang meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon.
Ono pun menjelaskan bahwa di Indramayu sendiri, pada musim tanam pertama diperkirakan ada 70 persen petani yang menanam padi jenis Kebo dan Borang. Kabupaten Indramayu sendiri ditargetkan memproduksi 1,8 juta ton gabah dan menjadi salah satu kabupaten/kota dengan produksi gabah terbesar di Indonesia.
Karena hasil panen belum terserap oleh Bulog, maka para petani padi Kebo dan Borang kemudian secara mandiri menemukan pasar mereka di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung dan kota lainnya. Untuk itu, Ono kembali mengingatkan agar Bulog kembali mempertimbangkan penerimaan beras hasil varietas padi lokal sesuai dengan daerahnya.
“Bulog itu mempunyai fungsi bagaimana (menjaga) stok pangan, cadangan pangan nasional sekaligus juga melakukan stabilisasi harga. Kemarin kita sampaikan seyogyanya Bulog bisa melakukan perubahan aturannya. bukan hanya HPP gabah yang harus disesuaikan dengan pasar, tetapi dari sisi jenis varietas gabah dan padi pun harus melihat suatu kondisi di tataran lokal. Apalagi mereka adalah para petani yang wajib didukung oleh pemerintah,” tegasnya.
Dari pertemuan tersebut Ono kemudian membawa kabar baik. Dikatakannya bahwa pada musim panen mendatang Perum Bulog akan mulai menyerap jenis Kebo maupun Borang. “Alhamdulillah kemarin Pak Bagja, Direktur Keuangan Bulog, menyampaikan untuk musim panen depan bulog sudah akan menyerap jenis Padi Kebo maupun Borang khususnya di Kabupaten Indramayu,” tutup Ono. (uc/rdn)