Apalagi, Presidensi G20 di 2023 akan dipegang India. Karenanya, NU sebagai penyelenggara berkoordinasi dengan Pemerintah India dan mendapatkan rekomendasi dari mereka. “Untuk India, kami mengikuti rekomendasi, yaitu dari RSS,” ucapnya.
Intinya, tokoh yang dipilih tidak memusuhi pemerintah. Hal tersebut tidak lain guna menjaga hubungan baik antarnegara, yakni hubungan Indonesia sebagai tuan rumah dengan negara lainnya.
Ketiga, jika memang RSS dianggap bermasalah karena rekam jejaknya terutama dalam memperlakukan minoritas, maka menurut Najib, Forum R20 merupakan tempat yang tepat untuk membicarakan hal itu. “Selama ini, jika tidak senang dan tidak setuju, hanya koar-koar dari jauh. Forum ini memang mengundang tokoh-tokoh agama untuk membicarakan isu sensitif itu,” tukasnya.
Luka-luka sejarah yang terjadi di masa lalu dibicarakan secara jujur guna membangun rekonsiliasi. R20 memang digelar salah satunya untuk membicarakan hal itu. “Kami ingin agama menjadi bagian dari solusi dalam peradaban. Selama ini, agama justru jadi masalah seperti di India. Kalau mau mencari solusi, diajak bicara pemimpinnya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan pihaknya memang tengah membangun dialog dengan Pemerintah India dan RSS. Dialog itu dibangun guna mendorong proses keterlibatan yang konstruktif dalam mengatasi ancaman terhadap umat Islam dan kaum minoritas di negara tersebut.
“Nahdlatul Ulama menyadari adanya berbagai pelanggaran dan ancaman terhadap umat Muslim, Kristen, dan populasi minoritas lain di India. Diskusi NU yang sedang berlangsung dengan Pemerintah India dan RSS dimaksudkan mengatasi berbagai pelanggaran dan ancaman tersebut melalui proses keterlibatan konstruktif,” terang Gus Yahya.(Vin)