Demikian pula, Gedung kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Surabaya, Jalan Bubutan VI/2 – tempat dicetuskannya Resolusi Djihad NU itu — telah ditetapkan pemerintah kota setempat sebagai situs cagar budaya dan berdiri Prasasti Monumen Resolusi Djihad NU sejak 2011, pun diabaikan datanya. Artinya, dinafikan perjuangan NU dan ulama, dari buku yang diterbitkan resmi oleh Pemkot Surabaya.
Ada bukti, pengakuan Pemerintah Kota Surabaya atas gedung Monumen Resolusi Djihad NU sebagai situs cagar budaya.
Sejumlah pengamat dan sejarawan memang sempat meragukan keberadaan naskah Resolusi Jihad NU. Namun, pemuatan berita soal sikap dan kebijakan organisasi Islam yang didirikan para ulama pesantren, termasuk K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah, di suratkabar yang terbit pada masa itu menjadi bukti tak terbantahkan. Dimuat dalam harian Kedaulatan Rakjat, 26 Oktober 1945.
Resolusi Djihad NU, yang diawali dengan Fatwa Djihad Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadlratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, mendapat sambutan dari pelbagai masyarakat secara luas, terutama umat Islam. Kini, tepat pada tanggal 22 Oktober dirayakan sebagai Hari Santri yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden pada tahun 2015.
Catatan tambahan:
Riadi Ngasiran. Menggeluti profesi sebagai Jurnalis dan Penulis. Aktif di sejumlah organisasi, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang kritis di akhir masa Orde Baru.
Selain pernah menjadi Ombudsmen AJI Surabaya, juga Penguji Kompetensi Jurnalis – Dewan Pers dari Aliansi Jurnalis Independen.
Ketika Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama Kota Surabaya (2010-2015), berperan dalam pendirian Prasasti Monumen Resolusi Djihad NU.