“Sayang, Membaca buku ‘Pasak Sejarah Indonesia Kekinian, Surabaya 10 Nopember 1945’, diterbitkan Bagian Humas Pemkot Surabaya pada 2018, tak satu pun menyebut (tak memuat Resolusi Djihad NU) lokasi bersejarah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu,” tuturnya.
Padahal, Gedung Monumen Resolusi Djihad NU yang kini menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Kota Surabaya. Bahkan, pada masa Wali Kota Tri Rismaharini, dalam setiap menjelang Hari Pahlawan, diadakan Sekolah Kebangsaan, yang dihadiri para siswa terpilih dari SMA-SMA terkemuka di Surabaya.
“Dalam kegiatan serupa yang juga digelar di sejumlah lokasi bersejarah seperti Don Bosco dan Tugu Pahlawan, yang menjadi narasumber adalah para veteran pejuang, di antaranya mantan Ketua Dewan Harian Daerah Angkatan ‘45, H. Hartoyik (almarhum),” tutur Riadi Ngasiran.
Disebutkan, nama-nama Pahlawan Nasional dari kalangan NU. Seperti K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdul Wahid Hasyim, keduanya dari Pesantren Tebuireng Jombang. K.H. Zainal Musthafa, K.H. Idham Chalid, K.H. Abdul Wahab Hasbullah, K.H. As’ad Syamsul Arifin, K.H. Syam’un, K.H. Masjkur, dan K.H. Abdul Chalim Leuwimunding. Belum lagi nama Andi Mappanyukki (Sulsel) dan Usmar Ismail (tokoh perfilman dan Bapak Perfilman Indonesia, Pendiri Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia).
Apalagi, tanggal 22 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Santri sejak 1915, toh eksistensi Resolusi Djihad NU yang terbit pada tanggal 22 Oktober 1945 dari pertemuan para kiai wakil konsul NU se-Jawa dan Madura, eksistensi Resolusi Jihad NU masih disamarkan — bahkan mungkin dinafikan — dalam penulisan sejarah.