Aulanews.id – Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng, menegatakan, kampus menjadi bagian penting dalam menyampaikan berbagai gagasan dan pemikiran yang berbeda. Karena, dengan forum bebas, dunia akademik akan terus berkembang sesuai khittahnya.
“Para pakar sejarah yang saling menyampaikan pandangan berbeda makin memperkaya perspektif atas pembahasan suatu masalah. Dengan terus-menerus menghargai perbedaan, kita akan mampu keluara dari tempurung yang membelenggu. Bahkan, kita bisa terhindari (maaf) masturbasi pemikiran, yang hanya bisa kita nikmati sendiri,” tutur Prof Jazidie, dalam FGD membahas rancangan penulisan buku “Resoloesi Djihad NU, Perang Sabil di Surabaya 1945” karya Riadi Ngasiran, di kampus setempat di Surabaya, Sabtu 17 Juli 2024.
“Para peneliti dan sejarawan dari kalangan Nahdliyin saat keluar dari keterkungkungan itu, agar mampu menjadi bagian dari arus umum pemikiran di negeri ini. Artinya, kita meletakkan pijakan berpikir objektif sesuai kaidah-kaidah ilmiah,” tuturnya.
Rancangan penulisan buku “Resoloesi Djihad NU, Perang Sabil di Surabaya 1945” karya Riadi Ngasiran, dibahas sejumlah pakar sejarah. Mereka adalah Adrian Perkasa PhD, KH DR Ahmad Baso, DR Zainul Milal Bizawie, Prof DR Peter Carey dan Ady Erlianto Setyawan ST. Dalam FGD yang dihadiri sejumlah akademisi, birokrat Pemkot Surabaya dan perwakilan NU Jawa Timur, H Sholeh Hayat.
FGD dimoderatori Musthofa, peneliti sejarah alumnus Universitas Thailand, dan pimpinan UNUSA. Selain Rektor, juga Ir. KH. Muhammad Faqih, MSA, Ph.D, dan drg. Umi Hanik, M.Kes (keduanya, Wakil Rektor UNUSA)
Adrian Perkasa, tengah memperdalam ilmunya di Belanda dan aktif di PCINU Belanda, mengingatkan pentingnya pendalaman dalam penulisan kajian tersebut. Misalnya, soal perlawanan KH M Hasyim Asy’ari terhadap Belanda dan pendudukan Jepang.
“Disebutkan perlawanan Kiai Hasyim saat pendudukan Jepang dengan menolak seikeri atau menundukkan kepala ke arah matahari. Tapi, disebutkan juga Kiai Hasyim menerima jabatan sebagai kepala Syumubu (Kepala Kantor Urusan Agama) menggantikan Husein Djajadiningrat. Ini harus ada penjelasan rinci,” tutur Adrian, yang juga dosen Universitas Airlangga Surabaya.
Sementara itu, Prof Peter Carey menegaskan tak ada tindakan tanpa adanya komando yang jelas. Orang-orang Islam berhasil digerakkan dengan kekuatan radio oleh Bung Tomo. Sehingga, arah pertempuran berhasil dikomando dengan teriakan pidato radio yang bisa menggerakkan massa.