Penjalaran gelombang tsunami mencapai sepuluh negara yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yaitu Indonesia (Aceh dan Nias), Malaysia, Thailand, Srilangka, Maladewa, Bangladesh, India, Kenya, Somalia, dan Tanzania. Bila dilihat dari banyaknya korban jiwa, bencana tsunami Aceh menduduki peringkat pertama, dimana korban jiwa yang tercatat lebih dari 200.000 jiwa.
Bencana tsunami ini menyebabkan korban meninggal di keseluruhan kawasan tersebut mencapai 283.100 jiwa. Sementara korban meninggal di Indonesia mencapai 108.100 jiwa, dan 127.700 jiwa telah hilang.
Kejadian terakhir yang dapat merefleksikan kesiapan aparatur, dan masyarakat menghadapi tsunami di tingkat lokal adalah gempabumi Aceh tanggal 11 April 2012 dan gempabumi pada tanggal 2 Maret 2016.
Pada saat itu, sistem peringatan dini tidak bekerja secara efektif, karena berbagai sebab antara lain (1) Kegagalan saluran komunikasi (2) Ketiadaan energi listrik cadangan (3) Pengaturan kelembagaan yang belum jelas (4) Ketiadaan tenaga teknis, dan lain-lain.
Keadaan ini diperparah dengan pergerakan evakuasi masyarakat, yang tidak terkendali menimbulkan kemacetan parah. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh ketiadaan jalur evakuasi yang jelas, pengetahuan evakuasi masyarakat yang masih rendah.
Mengingat begitu luasnya wilayah administratif, jumlah penduduk yang besar, dan banyaknya infrastruktur yang terpapar di kawasan
rawan tsunami, penanggulangan bencana tsunami di Indonesia perlu dilakukan dengan lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Komprehensif dalam arti mempertimbangkan banyak perspektif, baik perspektif akademis-ilmiah, praktis, dan lokalitas wilayah
serta masyarakat. Sedangkan berkelanjutan berarti perlu keterkaitan yang erat antara program/kegiatan sebelumnya, dengan
yang sedang dan yang akan dijalankan.***
Sumber : BNPB