Aulanews.id, Jakarta – Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) yang digagas pemerintah dan dilaksanakan di beberapa sekolah dinilai hanya menyerap dana dari APBN. Memang dalam program Merdeka tidak ada perubahan atau perbedaan yang signifikan dari program sebelumnya.
Lanjutnya, dalam kurikulum 2013 istilah sekolah dasar diubah menjadi sekolah mengemudi, KI dan KD (Kompetensi Inti dan Keterampilan Dasar) diubah menjadi CP dan TP (Capaian Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran), RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), telah diubah dengan modul ajar, PAS (penilaian akhir semester) diganti dengan SAS (sumatif akhir semester) dan beberapa perubahan lainnya selama triwulan tersebut.
“Sehingga menurut saya perubahan kurikulum ini hanyalah sebuah proyek serap anggaran saja,” katanya.
Saepuloh juga sangat menyayangkan pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan terkait perubahan kurikulum pendidikan, sebab konsekuensi dari kebijakan ini adalah adanya beban anggaran yang bernilai cukup besar untuk menunjang pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Sangat disayangkan, hampir Rp2,86 triliun anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk uji coba Kurikulum Merdeka bagi 2.500 sekolah penggerak dan 18.800 guru penggerak dan hampir Rp1,4 Triliun yang digelontorkan untuk uji coba kurikulum 2013, ini angka yang sangat besar,” jelasnya.
Padahal, kata dia, anggaran tersebut akan lebih terasa manfaatnya jika digunakan untuk peningkatan kesejahteraan guru karena guru itu merupakan ujung tombak pendidikan.
“Apa pun kurikulumnya kalau ujung tombaknya tersebut tumpul, maka jangan berharap akan ada terjadi perubahan yang signifikan dalam pembelajaran,” tegasnya.
Menurut Saepulloh, Kurikulum Merdeka seharusnya dapat memberikan keleluasaan kepada guru untuk menciptakan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
Pada kenyataannya, tambah dia, Implementasi Kurikulum Merdeka tersebut tidak mengubah mindset dan mental guru dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran bisa lebih berkualitas.
“Tetapi setiap ada perubahan kurikulum, perubahan yang signifikan dirasakan oleh guru hanyalah perubahan administrasi pembelajaran saja,” imbuhnya.
Ia pun mendorong sekolah atau satuan pendidikan untuk mempunyai kurikulum lokal atau mandiri. Hal ini bertujuan agar sekolah punya pegangan yang kuat dan tidak terombang-ambing oleh kurikulum pemerintah yang identik berubah setiap ada pergantian menteri pendidikan. (MEM)