Idul Fitri Bukanlah Hari Kemenangan

Manusia menghadapi setan bertingkat-tingkat. Bagaimana tidak bertingkat, Rasulullah Saw. saja masih diganggu setan. Dalam al-Qur’an Surat Fussilat ayat 36 dinyatakan:

وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Artinya: “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Fussilat [41]: 36).

Sederhananya, kata Quraish Shihab, kita masih belum menang, melainkan masih dalam perjuangan. Lalu kenapa Anda bilang hari kemenangan? Dalam hal ini, jangan pernah menduga bahwa Idul Fitri itu adalah hari kemenangan. Karena kalau Anda mengatakan hari kemenangan, maka kemenangan itu akan menjadikan Anda berleha-leha, bahkan menjadikan Anda merasa bangga. Ia bukanlah hari kemenangan.

Kembali kepada Rasulullah Saw

Sebenarnya, Rasulullah Saw. mengajarkan doa “taqabbalallahu minna wa minkum” “semoga Allah Swt. menerima doa dan ibadah kita”. Jadi bukan kemenangan, melainkan doa. Sekalipun demikian, jangan pernah yakin bahwa amalan Anda sudah diterima Allah Swt. Kalau kita tidak yakin seperti itu berarti jangan yakin menang. Sekali lagi, kita diajarkan berdoa oleh Rasulullah Saw. Lalu kenapa jangan yakin? Karena;

إن الشيطان يجرى من ابن أدم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع

Artinya: “Sesungguhnya setan itu berjalan pada manusia di tempat jalannya darah. Maka persempitlah jalannya itu dengan mengosongkan perut.”

Tentu saja, jika setan berada pada jalannya darah, mana mungkin manusia bisa merasakan. Demikian manusia tidak bisa merasakan kepada riya’. Kecuali bagi orang yang ridha atas dirinya dan dapat bersikap ikhlas. Karena itu, Rasulullah Saw. pernah bersabda:

الرياء أخفى من دبيب النملة السوداء، في الليلة المظلمة، على المسح الأسود

Artinya: “Riya’ lebih samar dari langkah semut hitam di malam yang gelap gulita di atas anyaman yang hitam pekat.”

Jelasnya, riya’ dan pamrih itu seperti “semut hitam dikelamnya malam (Anda tidak bisa melihat), dan berjalan di atas batu yang licin (Anda tidak bisa merasakan)”. Lalu bagaimana mungkin Anda sudah berkata menang?

Ketakwaan itu adalah keprihatinan plus harapan. Jadi, nuhsinudz dzann billah (kita berbaik sangka pada Allah) itu betul. Akan tetapi, laa tuzakkuu anfusakum huwa a’lamu bimanittaqaa (jangan menguji diri kamu, karena Allah Swt. yang mengetahui siapa yang bertaqwa).

Sementara itu ada ucapan yang lain “minal aidin wal faizin”. Ini juga doa. Kita tahu, bahwa ajaran Islam adalah ajaran kebersamaan. Walaupun Anda shalat sendirian akan tetapi kita diajarkan “iyyaka na’budu, wa iyyaka nasta’in”. “Taqabbalallahu minna wa minkum”, dia tidak berkata “taqabbalallahu minni wa minka”. Demikian juga “minal aidin wal faizin” “semoga kita termasuk kelompok orang-orang yang kembali kepada fitrah, dan semoga kita termasuk orang-orang al-faizin”.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist