LAMRI menyatakan dalih AS tidak benar. LAMRI pun melampirkan sejumlah bukti dan keterangan saksi bahwa AS telah memaksa korbannya untuk melakukan hubungan seksual tanpa consent.
Dari kronologi yang dibeberkan, pada November 2020 anggota LAMRI mendengar kabar jika AS mengaku pemberhentiannya dari Lamri karena organisasi tidak menghendaki dirinya memiliki relasi romantis atau hubungan seksual antaranggota. AS menyebut hubungan seksual ini didasari suka sama suka.
Dalam keterangannya, LAMRI menyatakan setelah sidang yang berujung pemberhentian AS pada 2 Maret 2018 ada kesepakatan antara pelaku dan dua korban yang melapor serta anggota yang terlibat dalam sidang agar kasus itu tak diungkap. Pasalnya disebut korban tak ingin permasalahan itu meluas.
Namun, LAMRI Surabaya terpaksa memublikasikan persoalan AS itu tahun ini karena sejumlah pertimbangan dan investigasi lanjutan, termasuk masih ada yang menjadi korban pada tahun ini.
“Kejadian tersebut meninggalkan trauma bagi korban hingga sempat mengalami depresi berat,” bunyi laporan Tim Investigasi LAMRI Surabaya pada salah satu korban.
Atas kejadian Ini, LAMRI Surabaya pun menuntut AS untuk meminta maaf secara terbuka, dan menanggung biaya pemulihan psikologis para korban.
“LAMRI berdiri bersama penyintas,” tegas mereka.
AS diketahui merupakan mahasiswa pascasarjana di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Sebelumnya ia merupakan lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Dia juga menjadi kontributor lepas di beberapa media nasional, serta bergelut di dunia aktivisme.