Selain itu, Rofi juga menyinggung soal program Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang membagikan bantuan sosial (bansos) telur kepada keluarga rentan stunting (KRS) di 7 provinsi. Ia menyebut program tersebut juga membuat pesanan telur ke peternak melonjak.
Rofi menyebutkan kenaikan harga telur selepas Idul Fitri biasanya terjadi hingga H+21 sampai dengan H+27. Hal tersebut juga terjadi pada Lebaran kali ini, meski puncak kenaikan harga diklaim sudah mulai landai.
“Demand naik, orang hajatan ramai, hidup kembali normal. Setelah libur panjang pedagang semua order telur dan ada tambahan program untuk KRS. Puncak harga saat ini sudah berlalu dan turun landai mulai Sabtu (13/5/2023) kemarin,” tuturnya.
Ia pun mengapresiasi program bansos Bapanas kepada KRS. Menurutnya, selain bisa menurunkan tingkat stunting, program itu membantu perekonomian peternak rakyat dengan membuat harga telur menjadi di atas harga pembelian pemerintah (HPP).
“Ini bisa membantu meningkatkan demand telur dan daging ayam, sehingga harga akan bisa di atas HPP sehingga ada margin dan bisa berproduksi dengan baik. Karena harga sering di bawah HPP di kandang atau on farm selama ini, apalagi saat pandemi kami banyak yang gulung tikar. Masih di ambang wajar kenaikannya (harga telur di pasar), peternak untung konsumen tersenyum,” tutupnya.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyebut pemerintah memang mengupayakan harga telur yang baik di level peternak. Hal ini dilakukan demi meningkatkan produktivitas peternak, termasuk dengan melibatkan mereka di program bansos untuk KRS.
“Harga telur memang kita jaga di tingkat peternak agar peternak dapat melanjutkan produksi dan meningkatkan produktivitasnya,” kata Arief. (Hb)