Sebelumnya, harga emas mengalami tekanan yang cukup besar pada perdagangan pekan lalu setelah gagal menembus level resisten di USD 1.800 per ons atau sekitar Rp 25,2 juta per ons (estimasi kurs 14.000 per dolar AS). Pada pekan ini, harga emas masih masih mengalami tekanan yang cukup berat karena beberapa sentimen.
“Emas mengalami resistensi besar-besaran. Suku bunga the Fed mengindikasikan kenaikan tahun depan. Ada pembicaraan yang lebih kecil, imbal hasil naik, dan risiko ekuitas kembali. Komoditas lain memainkan inflasi yang jauh lebih baik, seperti kapas dan tembaga,” ujar Streible, seperti dikutip dari Kitco, Senin (18/10/2021).
“Yang penting, secara teknis, harga tidak melewati USD 1.800. Emas naik tepat di atas USD 1.796, yang merupakan rata-rata pergerakan selama 200 hari tetapi gagal untuk dihilangkan. Dan itu memberi seseorang izin untuk menjual lagi,” jelas Melek.
Sedangkan berdasarkan hasil survei harga emas Kitco menunjukkan bahwa dari 13 analis yang berpartisipasi. Dari jumlah tersebut, opini hampir terbagi rata. Sebanyak 38,5 persen bullish, lalu 38,5 persen bearish, dan 23 persen memilih netral.
“Ini adalah kombinasi dari kegagalan untuk meyakinkan bergerak di atas level teknis utama dan kurva imbal hasil meningkat, dengan imbal hasil 10-tahun naik. Dolar AS juga melambung,” imbuhnya.
Sisi Main Street atau pelaku pasar tetap lebih optimis. Dari 1.425 investor ritel yang berpartisipasi, sebanyak 68 persen optimis. Lalu 19 persen bearish, dan 13 persen netral.