Selanjutnya, kiprah internasional NU telah dimulai sejak tahun-tahun awal mula berdirinya. Hal ini termanifestasikan dalam gerakan Komite Hijaz di tahun 1926-1928. Komite Hijaz adalah inisiatif besar yang dilakukan oleh NU untuk merespons berubahnya tatanan global dunia Islam pada saat itu, pasca runtunya kekhalifahan Turki Ottoman di tahun 1924, disusul dengan jatuhnya kota suci Makkah ke pihak penguasa Nejd (al-Saud) yang memiliki ideologi “tersendiri”.
Melalui Komite Hijaz, NU menginisiasi gerakan internasional agar tradisi intelektual dan spiritual Islam yang telah berkembang selama berabad-abad lamanya di kota suci Makkah tetap dipertahankan, juga agar monumen dan situs-situs bersejarah tetap dilestarikan. Dengan Komite Hijaz, NU hendak mengkampanyekan agar ideologi tradisional Ahlussunnah wal Jama’ah terus berjalan dan berkembang.
Peran NU juga, katanya, tampak sangat signifikan dalam sejarah perjalanan negara-bangsa Indonesia, baik pada masa pra-kemerdekaan, masa kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan hingga masa sekarang ini. NU senantiasa menunjukkan komitmen dan kontribusinya bagi terus tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada masa kemerdekaan, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Pendiri sekaligus Rais Akbar NU pada masa itu, mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang berisi seruan kewajiban umat Muslim untuk turut serta turun ke medan perang guna mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia, agar tidak lagi jatuh ke pihak penjajah. Fatwa tersebut yang kemudian meledakkan perang semesta 10 November 1945 di Surabaya, yang menjadi benteng pertahanan eksistensi NKRI sehingga tetap tegak dan merdeka sampai hari ini.