Pertemuan tersebut dibuka dengan sambutan yang dibawakan oleh KH Zulfa Musthofa, Wakil Ketua Umum PBNU. Dalam sambutannya, Kiai Zulfa atas nama PBNU mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan atas kedatangan Habib Umar bin Hafidz. Pertemuan antara Habib Umar dan KH Miftachul Akhyar serta jajaran pengurus harian PBNU merupakan keberkahan yang luar biasa, serta membawa kemaslahatan dan kebahagiaan bagi warga Nahdliyyin khususnya, dan bagi umat Muslim Indonesia serta Dunia Islam pada umumnya.
Kiai Zulfa menjelaskan tentang perjalanan sejarah, kiprah dan peran Nahdlatul Ulama, baik dalam kancah nasional ataupun internasional, juga dalam ranah keagamaan, sosial, atau pun kebangsaan.
Dijelaskan olehnya, bahwa NU adalah organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan organisasi keislaman yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah terbesar di dunia, dengan jumlah warga yang terafiliasi lebih dari 100 juta orang. NU merupakan organisasi keislaman yang berlandaskan pada manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, yang dalam aqidah mengikuti manhaj imam al-Asy’ari dan al-Maturidi; dalam syariah mengikuti manhaj para imam mujtahid empat, khususnya Imam Syafi’i’; dan dalam akhlaq mengikuti manhaj para ulama sufi yang muktabar, seperti Imam Junaid, Imam Ghazali dan lain-lain.
NU juga berpegang teguh pada prinsip tawassuth, i’tidal, tawazun, tasamuh dalam menjalankan nilai-nilai keagamaan Islam.
Lebih lanjut, Kiai Zulfa juga menjelaskan, bahwa NU didirikan satu abad silam, tepatnya pada 16 Rajab 1344 Hijriah di Kota Surabaya, kota yang menjadi tempat pertemuan antara Habib Umar bin Hafidz dengan para pengurus harian PBNU. NU didirikan untuk meneruskan risalah dakwah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang telah berlangsung sejak masa kenabian, sahabat, tabi’in, para salafus sholih, hingga abad ke-20 M. Risalah dakwah tersebut telah berlangsung dari generasi ke generasi tanpa putus, yang kemudian terestafetkan tonggak risalahnya oleh NU.