Aulanews.id – KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) secara tegas menolak politik identitas dan sektarianisme. Gus Dur sangat berani mengambil keputusan meski sarat dengan risiko. Bahkan Gus Dur tidak mengenal kompromi dalam politik. Sikap tersebut yang menjadi salah satu pemicu orang-orang di sekelilingnya tidak suka dan menjatuhkan Gus Dur dari kursi presiden.
KH Z Arifin Junaidi, Sekretaris Dewan Syuro PKB Era Gus Dur menyampaikan suhu politik menjelang Pemilu 2024 sudah mulai menghangat, terlebih setelah Partai Nasdem menyatakan mengajukan Anies Baswedan sebagai capres. Seperti sudah diduga, pencalonan Anies Baswedan itu kembali mencuatkan isu politik identitas, di era reformasi muncul sejak Pemilu pertama, yakni Pemilu 1999.
Saat itu Amien Rais membentuk poros tengah, yang diisi partai-partai yang berbasis Islam. Sesuai dengan yang disuarakannya sejak jauh sebelumnya, Gus Dur minta agar poros tengah tidak mencuatkan politik identitas. Pemilu selanjutnya, yakni Pemilu 2004 dan 2009, isu politik identitas mereda, meski masih tetap terasa.
Arif melanjutkan, saat Pilpres 2014 kembali menguatkan isu politik identitas. Pengamat melihat hal itu sebagai akibat dari lemahnya institusionalisasi partai. Akibatnya, para politisi berkolaborasi dengan aktor-aktor kekuatan massa untuk mereproduksi isu-isu identitas demi kepentingan Pemilu.
“Personalisasi partai oleh figur pemimpinnya yang terhubung dengan jejaring basis massa berdasarkan identitas menjadikan politik identitas seolah-olah berjalan alamiah,” ungkapnya.
Pencapresan Anies Baswedan oleh Partai Nasdem membuka ingatan kolektif tentang Pilkada DKI 2017. Saat itu Anies berpasangan dengan Sandiaga Uno berhadapan dengan Ahok-Djarot. Ahok yang Cina dan non-Muslim menjadi makanan empuk bagi pendukung Anies-Sandi yang dengan terang-terangan dan masif menggunakan jargon dan term agama.
“Jargon “memilih pemimpin Muslim wajib hukumnya”, tudingan “kafir” kepada pendukung Ahok-Djarot dan semacamnya, kita dengar dan baca kapanpun di manapun,” ungkapnya.
Begitu pula dengan Pilpres 2019, semakin kencang. Pasangan Jokowi-Ma’ruf dituding oleh pendukung Prabowo-Sandi secara sporadis sebagai (pasangan) tidak atau kurang Islam. Gantian pendukung Jokowi-Ma’ruf mengudal-udal keluarga Prabowo dan Sandi yang tidak atau kurang Islam, sementara Ma’ruf Amin yang keislamannya tidak diragukan lagi, mengingat saat dicalonkan menjabat rais aam PBNU dan ketua umum MUI.