Badan PBB tersebut mengatakan bahwa beberapa tempat penampungan saat ini menampung 10 hingga 12 kali lebih banyak orang daripada kapasitasnya.
Satu sekolah di Khan Younis menampung 21.000 orang. Noor dan keluarganya tinggal di sekolah lain di kota selatan, yang menampung sekitar 6.000 siswa, atau sekitar 1.100 keluarga.
Menurut pengelola tempat penampungan, lebih dari separuh penghuninya adalah laki-laki, yang tidur di luar di taman bermain. Perempuan dan anak-anak tidur di ruang kelas.
“Setiap ruang kelas menampung sekitar 50 orang,” kata Noor, yang memilih untuk tidak menyebutkan nama belakangnya.
“Kadang listrik kami nyala dua jam, tergantung gensetnya. Sering kali juga terjadi kekurangan air.”
Wanita berusia 25 tahun dan tujuh anggota keluarganya terpaksa meninggalkan rumah mereka di lingkungan Abasan, di pinggiran timur Khan Younis di bagian selatan Jalur Gaza.
Rumah mereka rusak parah setelah serangan udara Israel menargetkan rumah tetangga, dan keluarga tersebut telah tinggal di sekolah UNRWA di Khan Younis sejak saat itu.
“Kami mencari perlindungan di sekolah-sekolah UNRWA dengan harapan menemukan keselamatan, namun kami mendapati diri kami berada dalam lingkungan yang rentan terhadap merebaknya penyakit dan krisis kesehatan yang akan datang, serta terus-menerus diganggu oleh pemboman udara dan artileri Israel, siang dan malam,” kata Noor.
Pengungsi Palestina mulai berlindung di sekolah ini pada hari-hari awal pemboman Israel di Jalur Gaza, setelah serangan mendadak pada tanggal 7 Oktober oleh Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.405 warga Israel.