Aulanews.id – Kasus Pemerkosaan Disabilitas tuna rungu telah terjadi di kota Surabaya. Megawati yang penyandang Tuna Daksa ini datang menemui di rumah ibu korban dan sang anak, ingin memastikan agar kasus pemerkosaan yang menimpa gadis remaja penyandang disabilitas tuna rungu yang berusia 15 tahun dapat ditangani secara adil.
Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia terhadap anak yang tercantum pada Pasal 28B Undang-Undang Dasar 1945, tidak terkecuali pada anak penyandang disabilitas. Perlindungan preventif menjadi upaya pencegahan agar tidak terjadi perbuatan pemerkosaan terhadap anak penyandang disabilitas, apabila perbuatan pemerkosaan telah terjadi, maka perlindungan represif menjadi upaya penegakan hukum. Pemberian hak pada anak penyandang disabilitas, seperti mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, kekerasan dan kejahatan seksual.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak memperoleh bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis termasuk kompensasi yang baru diberikan setelah Putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penanganan yang selaras terhadap disabilitas tuna rungu dan wicara yang menjadi korban pemerkosaan jangan sampai terjadi pada saat melapor justru ditanya apakah korban berteriak atau tidak padahal sudah jelas korban tidak dapat berbicara dan mendengar. Fakta demikian inilah sejatinya merefleksikan masih buruknya penampungan keterangan dan cara perolehan informasi yang benar atau akurat oleh penegak hukum yang jika terus dibiarkan akan memperburuk kondisi korban dan menjadikannya korban untuk kedua kalinya. Instrumen hukum Indonesia juga belum optimal dalam menyelaraskan payung hukum bagi korban kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas. Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas akan tetapi secara yuridis belum dapat berjalan secara harmonis.
“Kami ingin memastikan kasus ini diselesaikan secara komprehensif, cepat, dan korban mendapatkan perlindungan yang selayaknya, baik secara psikologis dan hukum,” kata megawati dalam keterangannya, Jum’at (24/06/2022)
Megawati ( Ketua FORDIVA ) menambahkan, pihaknya berharap kasus hukum pemerkosaan keji terhadap korban disabilitas tersebut dapat segera berjalan dan diselesaikan.
Megawati menegaskan, FORDIVA ( Forum Relawan Difable ) tidak memberikan toleransi apapun terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak. Dia pun mendorong agar pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan harus dimulai sejak dari keluarga, lingkungan terdekat hingga seluruh masyarakat.