Aulanews.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menyatakan pihaknya independen dalam penanganan perkara yang menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Diketahui, Cak Imin dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) 2012.
Firli mengklaim, dalam menjalankan kerja-kerjanya, KPK tidak terpengaruh oleh kekuasaan manapun. “Yang dikerjakan KPK adalah proses hukum. Lembaga KPK ada lembaga negara yang independen dalam rumpun eksekutif,” kata Firli dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (07/09/2023).
Menurut Firli, pihaknya memiliki landasan untuk memeriksa mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) 2009-2014 tersebut. Ia mengatakan, pemanggilan Cak Imin sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan TKI di Kemenakertrans tahun 2012, sudah sesuai aturan hukum acara pidana. “KPK tidak bekerja dengan kemungkinan, tapi kita bekerja dengan prinsip asas hukum acara pidana,” katanya.
Purnawirawan jenderal bintang tiga di kepolisian itu mengatakan, Cak Imin dimintai keterangannya sebagai saksi terkait korupsi di Kemenakertrans tersebut.
Sebelumnya, pemanggilan Cak Imin sebagai saksi dikritik oleh Nasdem, partai koalisi yang bersama PKB mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres). Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem Effendy Choirie heran Cak Imin tiba-tiba dipanggil KPK tak lama setelah dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies Baswedan.
Pria yang karib disapa Gus Choi ini mempertanyakan pemanggilan Cak Imin oleh KPK bagian dari proses penegakkan hukum atau proses politik. “KPK betul menjadi alat penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi atau menjadi alat politik. Kalau ada masyarakat berasumsi seperti itu, jangan salahkan,” kata Gus Choi.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, salah satu tersangka merupakan mantan anak buah Cak Imin yang menjabat sebagai direktur jenderal (Dirjen) di Kemenakertrans saat itu yang berinisial RU. Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian dari proyek dengan nilai kontrak lebih dari Rp20 miliar tersebut. (Ful)