Saat ini Jenfi masih menanti berakhirnya moratorium pendaftaran fintech peer-to-peer lending baru yang diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Februari 2020 sebelum dapat mengajukan permohonan perizinan sebagai penyelenggara peer-to-peer lending di Indonesia.
Jeff mengatakan tiga hal utama yang membedakan pembiayaan UKM Jenfi dengan pinjaman UKM umumnya dari perusahaan fintech peer-to-peer lending lainnya di Indonesia.
“Pertama, pembiayaan UKM melalui platform Jenfi dikhususkan penggunaan dananya untuk membiayai kegiatan pemasaran seperti digital marketing dan pembiayaan inventaris guna mendukung kinerja penjualan setiap peminjam UKM. Sehingga harapan kami mereka tidak hanya dapat bertahan ditengah pandemi, namun juga dapat bertumbuh pesat. Kami menyebutnya sebagai Growth Financing.” kata Jeffrey dalam keterangan resmi, Rabu (6/9).
Kedua kata Jeff, pinjaman akan dibayar dengan skema bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan bulanan UKM tersebut. Dengan kata lain, Jenfi akan mengambil sejumlah persentase kecil dari penjualan bulanan UKM peminjam secara bertahap sampai pinjaman berikut bunganya lunas sesuai rencana pembayaran yang disepakati dalam perjanjian. Di Asia Tenggara, tidak banyak perusahaan yang menyediakan solusi pembiayaan serupa.
Ke ketiga, Jenfi memiliki nilai tambah berupa fitur analitis terotomasi yang dapat digunakan UKM untuk meningkatkan efisiensi penjualan online dan digital marketing mereka. Contohnya, fitur ini nantinya dapat memberitahu UKM peminjam mengenai kesempatan untuk mengiklankan produknya pada Google Ads yang berpotensi meningkatkan penjualan mereka, dan Jenfi akan menawarkan pinjaman bagi UKM tersebut yang dananya khusus digunakan untuk mengiklankan produknya.