Fahrul: Pemilihan Ketum PBNU Harus Tetap Memperhatikan Ahlul Halli Wal Aqdi

“Sebaiknya tidak dijalankan dalam muktamar NU itu sistem one man one vote. Jadinya nanti kan yang menentukan ketum PBNU itu perwakilan ulama dari pengurus cabang maupun wilayah, sebaiknya ya balik ke ‘Ahlul Halli Wal Aqdi’ tadi. Para ulama sendiri yang memilih dengan bermusyawarah,” jelasnya.

Seperti diketahui, perihal mekanisme pemilihan Ketua Umum, Ketua PWNU DKI Syamsul Maarif mengatakan sempat muncul perbedaan pendapat di Munas dan Konbes NU 2021. Menurut dia, mayoritas setuju Ketua Umum dipilih oleh pemilik suara yang sah, yaitu PWNU dan PCNU.

“Kalau untuk Ketua Umum memang kemarin sempat perbedaan pendapat, tapi masih mayoritas memilih dipilih secara ‘one man one vote’,” ujar Syamsul kepada wartawan, Jumat (1/10/2021).

Ada 3 Kiai yang Pantas Menjadi Ketum PBNU

Menurut Fahrul ada 3 sosok kiai yang menurutnya pantas memimpin PBNU, yakni, pertama KH Said Aqil Siroj yang merupakan petahana, kedua KH Yahya Cholil Staquf yang juga Katib Aam PBNU dan terakhir KH Hasan Mutawakkil Alallah yang juga ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Timur.

Ketiganya, imbuhnya, sudah tidak diragukan lagi ke-kiai-annya, dan kontribusinya bagi NU sudah banyak.

Pertimbangan utama dalam pemilihan Ketum PBNU tetap didasarkan kiprahnya di nasional maupun internasional.

“Saat ini PBNU tidak hanya menangani permasalahan ummat saja. Permasalahan ummat sekarang pun semakin kompleks, semakin berat. Dibutuhkan sosok pemimpin yang kapasitasnya nasional dan internasional. Harus memiliki jejaring internasional juga,” tukasnya.

Ditanya mengenai isu KH Yahya Cholil yang pernah berkunjung ke Israel, Fahrul mengatakan hal itu tak menjadi masalah. Hal itu, kata Fahrul, membuktikan bahwa jejaring KH Yahya Cholil tak hanya di Indonesia saja tapi juga sampai ke luar negeri.

“Gus Dur juga punya isu kontroversial seperti pernah berkunjung Israel, tapi itu jangan di-judge dengan isu mendukung kemerdekaan Israel. Kalau itu hanya langkah strategis dan taktis itu perlu dipertimbangkan. Sehingga tidak sampai menjalin hubungan secara diplomatis. Kalau itu untuk kebaikan Indonesia dan ummat, kenapa tidak,” tegasnya.

Bagaimana peluang Cak Imin (Muhaimin Iskandar, red) menjadi Ketum PBNU ?

“Menurut saya kurang tepat ya kalau Cak Imin maju jadi ketum PBNU. Habibatnya beliau di partai tidak perlu merambah ke PBNU apalagi wilayah struktural. PBNU itu wilayah ulama bukan politisi, sehingga nanti kurang elok kalau Cak Imin maju,” jawabnya lugas.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist