Menurut Direktur Kajian Strategis Lakpesdam PWNU Jatim ini, agak kurang etis apabila ada lembaga survei yang melakukan survei untuk melihat elektabilitas mana yang tertinggi untuk memimpin PBNU.
“Rasanya kurang etis apabila ada lembaga melakukan survei untuk calon ketua umum PBNU, karena hal ini berbeda dengan pilihan demokrasi pada umumnya seperti pemilihan kepala daerah. Sehingga hal itu kurang tepat. Karena bagaimanapun itu filosofi NU adalah Nahdlatul Ulama yang artinya kebangkitan ulama, bukan Nahdlatul Ummat,” ujar Fahrul.
Fahrul juga kurang sepakat dengan sistem ‘one man one vote’ yang akan dilakukan ketika Muktamar NU pada bulan Desember mendatang.
“Sebaiknya tidak dijalankan dalam muktamar NU itu sistem one man one vote. Jadinya nanti kan yang menentukan ketum PBNU itu perwakilan ulama dari pengurus cabang maupun wilayah, sebaiknya ya balik ke ‘Ahlul Halli Wal Aqdi’ tadi. Para ulama sendiri yang memilih dengan bermusyawarah,” jelasnya.
Seperti diketahui, perihal mekanisme pemilihan Ketua Umum, Ketua PWNU DKI Syamsul Maarif mengatakan sempat muncul perbedaan pendapat di Munas dan Konbes NU 2021. Menurut dia, mayoritas setuju Ketua Umum dipilih oleh pemilik suara yang sah, yaitu PWNU dan PCNU.
“Kalau untuk Ketua Umum memang kemarin sempat perbedaan pendapat, tapi masih mayoritas memilih dipilih secara ‘one man one vote’,” ujar Syamsul kepada wartawan, Jumat (1/10/2021).
Ada 3 Kiai yang Pantas Menjadi Ketum PBNU
Menurut Fahrul ada 3 sosok kiai yang menurutnya pantas memimpin PBNU, yakni, pertama KH Said Aqil Siroj yang merupakan petahana, kedua KH Yahya Cholil Staquf yang juga Katib Aam PBNU dan terakhir KH Hasan Mutawakkil Alallah yang juga ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Timur.