“Kedepannya dengan salah satu ide yang kami cetuskan berupa cookies akan muncul inovasi inovasi baru cara pengolahan umbi porang, sehingga menambah nilai ekonomi dari umbi porang dan mampu membantu perekonomian para petani porang yang cukup banyak di Jawa Timur,” ungkap Dwi.
Dwio mengungkapkan, kesulitan yang dialami mereka saat mengolah umbi porang adalah karena termasuk jenis tanaman tahunan, sehingga harus menunggu hingga satu sampai dua tahun baru bisa dipanen. “Selain itu harga tepung porang juga cukup mahal dan harganya di pasaran tidak setabil, sehingga dalam mengolahnya menjadi tepung kami langsung berkerjasama dengan petani untuk membelinya,” ucap Dwi.
Untuk cookiesnya, Dwi menjelaskan satu wadah cookiesnya terdapat coco chip membentuk huruf braille hingga membentuk kata-kata motivasi. “Kami ingin memberikan kesan untuk penyandang tunanetra mendapatkan motivasi dari kata-kata penyemangat dari setiap membeli Co-Man,” ungkapnya.
Sementara tiga mahasiswa lainnya, Muhammad Fachruddin, Agung Firmansyah, dan Azizatur Rofi’ah, meraih juara dua debat pendidikan. “Kami puas dengan hasil ini. Kami senang bisa memberikan tropy dan prestasi untuk kampus, jadi prestasi ini berkat dukungan dari semua orang yang mensuport kami,” jelas Fachruddin.
Fachruddin menjelaskan jika dirinya dan dua temannya tersebut mempersiapkan lomba tersebut sangat singkat. “Kami cuman bekal yakin sama teman-teman yang membuat kami berhasil meraih prestasi tersebut,” ungkapnya.
Ia berharap dengan prestasi ini bisa menjadilan pengalaman dirinya dan sebagai pelecut semangat bagi mahasiswa lainnya. (****)