Elemen Masyarakat Sipil di Surabaya Konsolidasi Sikapi RUU Penyiaran

Meski pihaknya tegas menolak RUU Penyiaran ini, bukan berarti mereka membenarkan UU Penyiaran Nomor 23 Tahun 2002.

“Bukan berarti UU Penyiaran yang lama itu benar, masih ada masalah iya, tapi kami menganggap itu harus dikaji ulang dari awal dengan melibatkan partisipasi publik yang bermakna,” kata Eben.

“Harus kembali lagi ke awal, don transparan dalam merumuskan pasal-pasal, melibatkan publik sehingga kemudian enggak sampai muncul pasal-pasal yang berpotensi melanggar kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi,” tambahnya.

Senada, Ketua IJTI Korda Surabaya Falentinus Hartayan yang hadir pada forum konsolidasi itu mengatakan, RUU Penyiaran yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini sebaiknya tak buru-buru untuk disahkan.

Baca Juga:  Antisipasi Sumenep Persemaian Radikalisme, FKPT Jatim Ajak Gembira Beragama

“IJTI sendiri menilai, jangan terburu-buru RUU penyiaran ini menjadi undang-undang, karena ada banyak atau ada beberapa poin pasal-pasal yang kontroversial dan bermasalah,” kata Falen.

Contohnya, kata Falen, yakni pasal yang melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi. Yakni di Pasal 50b ayat 2c. Menurutnya bakal aturan itu akan membunuh roh jurnalisme mereka.

“Padahal jurnalisme investigasi itu adalah roh dari kerja-kerja jurnalistik kami,” tuturnya.

Masalah lain ialah Pasal 42 ayat 2 yang memberikan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengeketa jurnalistik penyiaran.

“Di pasal itu KPI bisa menangani sengketa, itu bertentangan dengan UU 40 tahun 1999 tentang Pers, yang di mana fungsi dari Dewan Pers menyelesaikan sengeketa pers. Jadi di sini ada tumpang tindih,” ujar dia.

Baca Juga:  RMI PBNU: Hentikan Kekerasan di Pesantren!

Sementara itu, Koordinator Kontras Surabaya, Fathul Khoir mengatakan, RUU Penyiaran ini terindikasi memiliki niat jahat untuk membunuh demokrasi, memberangus kemerdekaan pers serta membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat.

“Dalam diskusi tadi ada beberapa poin penting. Salah satunya bahwa RUU ini ada indikasi untuk membungkam demokrasi dan kebebasan berekspresi,” kata Fatkhul.

Fatkhul menyebut salah satu poin yang krusial ialah aturan yang membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa mengawasi ‘platform digital penyiaran’.

Istilah ‘platform digital penyiaran’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34A meliputi layanan siaran suara atau layanan siaran suara-gambar. Hal ini masih tidak didefinisikan secara jelas dan rancu. Artinya, wewenang KPI berpotensi melakukan penyensoran di berbagai layanan internet, termasuk yang dibuat oleh konten kreator.

Baca Juga:  Ketika Gubernur Khofifah Panen Melon Di Masjid Al Akbar

Berita Terkait

Memperkuat Keterbukaan Informasi, KI dan Baznas Jatim Jalin Kolaborasi

Memperkuat Keterbukaan Informasi, KI dan Baznas Jatim Jalin Kolaborasi

Terkini

Siaran Langsung

Sosial

Scroll to Top