“Seringnya sih di online lebih dari itu kita sering melakukan sharing kesehatan mental untuk anak itu secara offline,” tutur Dimas.
Produktif menulis
Selain mendirikan komunitas peduli kesehatan mental, anak bungsu dari tiga bersaudara ini gemar menulis sejak duduk di bangku SMP. Kegemarannya dalam menulis dibuktikan dengan lahirnya novel ber-ISBN di antaranya Menari di Atas Hujan (2020), Senyuman Terakhir Wahyu (2020), Kenapa Harus Aku (2021), Genggam Tanganku tuk Yang Terakhir (2021), Hilang tapi Ada (2022), Allah izinkan Hambamu Terbang (2023).
Novel ini terbit tak sekonyong-konyong waktu, banyak hambatan yang dilalui Dimas mengingat jadwal perkuliahan dan organisasi kampus yang padat. Ia kadang menulis disela-sela jam perkuliahan.
Merangkap Konten Kreator
Kehidupan mahasiswa yang selalu disibukkan dengan tugas makalah membuat Dimas terpacu untuk membagi konten seputar pengetahuan mengerjakan tugas kuliah dengan mudah melalui media sosial miliknya. Tak dinyana, kontennya disambut baik, tak tanggung-tanggung jumlah followers capai 126 ribu di instagram dan 45,7 ribu pengikut Tiktok dengan nama akun @positif-dimas23. Dari hasil itu, Dimas mampu menghasilkan uang dari konten edukatif yang dikelolanya secara rutin.
Perjuangan Dimas sebagai konten kreator tak semulus yang dipikirkan banyak orang. Mulai dari keterbatasan alat seperti kamera yang proporsional, lighting, michrophone kadang membuatnya resah. Dimas hanya mengandalkan telepon genggam miliknya yang digunakan untuk kuliah sehari-hari dan menjadikan sinar matahari sebagai lighting.
Belum lagi, kata Dimas, membuat konten seringkali berbarengan dengan jam kuliah sementara ia menggunakan aplikasi editing seadanya. Sempat jadi bahan cemoohan teman-teman dan berhenti selama dua bulan. Dimas kemudian memutuskan kembali membuat konten lantaran jengah melihat teman-temanya kerap mendapat teguran dari dosen musababnya tugas kuliah hanya menyalin keseluruhan hasil dari internet.