Aulanews.id – Greepeace Indonesia akhirnya memutuskan tak melanjutkan kegiatan kampanye di acara G20 di Bali. Keputusan ini diambil usai rombongan Greenpeace mendapat intimidasi dan penghadangan di Probolinggo.
“Situasi keamanan dan keselamatan yang akan dihadapi bila kami terus ke Banyuwangi dan terus ke Bali, tetapi ternyata intimidasi berlanjut bahkan sampai di Malaka. Jadi kami akhirnya dengan sangat berat dan sangat terpaksa demi keselamatan dan keamanan teman-teman bersepeda khususnya dan rombongan itu sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi dan Bali,” kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/11/2022).
Leonard memandang aksi intimidasi serta penghadangan yang sempat diterimanya merupakan upaya menghalangi kebebasan berekspresi, kebebasan sipil, hingga pencederaan terhadap demokrasi. Padahal, kata dia, kebebasan berekspresi sudah dijamin oleh undang-undang dan konstitusi. “Kebebasan berekspresi dan kebebasan sipil itu dijamin oleh undang-undang dan konstitusi kita. Tentu saja adalah cara-cara kreatif yang dilakukan oleh Greenpeace bersama teman-teman ini dalam bentuk tur bersepeda ini selalu tanpa kekerasan, tetapi diperhadapkan dengan ancaman-ancaman kekerasan mental dan kekerasan psikologis,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan rombongan Greenpeace pergi ke Bali untuk menyuarakan tentang krisis iklim ke perhelatan G20 di Bali. “Sehingga para pemimpin-pemimpin tersebut sadar bahwa mereka harus commit kepada transisi energi ke energi terbarukan dengan cepat sehingga kita bisa mengatasi krisis iklim. Tetapi itu tidak terjadi tanpa demokrasi yang sehat. Demokrasi yang sehat yang dicederai dengan fenomena seperti ini membutuhkan kebebasan sipil yang kuat dan tentunya kebebasan berekspresi,” imbuhnya.
Sebelumnya aktivis Greenpeace yang akan ke Bali dan tengah singgah di Probolinggo dihadang sekelompok LSM, bahkan sejak di Semarang mereka diintimidasi. Mereka mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.
Puncaknya terjadi saat perjalanan menuju Probolinggo, Senin (7/11/2022). Ancaman jika melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan. “Kami menilai hal ini sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara ini. Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulon Progo,” pungkas Leonard.(Vin)