Selanjutnya, tren perlambatan ekonomi global mempengaruhi pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia. Meski begitu, sektor-sektor unggulan dari sisi produksi tetap tumbuh positif, seperti sektor manufaktur dan perdagangan. Namun, sektor pertanian mencatatkan kontraksi sebesar 3,5 persen (yoy), dipengaruhi oleh musim.
Peningkatan mobilitas masyarakat juga mendukung pertumbuhan sektor-sektor penunjang pariwisata, seperti sektor transportasi dan akomodasi yang masing-masing tumbuh sebesar 8,7 persen (yoy) dan 9,4 persen (yoy).
Secara spasial, tren pertumbuhan positif juga terjadi di semua wilayah Indonesia. Pulau Jawa sebagai kontributor utama perekonomian, tumbuh relatif kuat di level 4,8 persen (yoy). Sementara itu, keberlanjutan pengembangan industri hilirisasi sumber daya alam (SDA) menjadi faktor utama bagi pertumbuhan kawasan Sulawesi dan Maluku-Papua yang tumbuh masing-masing 6,4 persen dan 12,2 persen (yoy) diikuti pertumbuhan ekonomi di Kalimantan sebesar 6,2 persen (yoy).
Pertumbuhan ekonomi yang solid juga berdmpak positif pada penyerapan tenaga kerja nasional, menurunkan secara signifikan tingkat pengangguran terbuka (TPT), serta menurunkan proporsi pekerja informal. Penurunan proporsi pekerja informal ini memberikan indikasi positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional.
Namun demikian, ada beberapa risiko global yang masih harus dihadapi, di antaranya arah kebijakan the Fed yang masih penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik berbagai kawasan, serta disrupsi rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih. Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.