Untuk mengatasi masalah ini, permintaan obat kembali harus diikuti dengan pembaruan (update) stok. Sebagai contoh, ketika pertama kali mengajukan permintaan obat, misalnya meminta 10 unit, dan kemudian menerima 10 unit obat tersebut. Saat akan mengajukan permintaan obat lagi, harus dilihat berapa sisa stok obat yang ada. Jika stok tidak diperbarui setelah penggunaan, maka sistem tidak akan memungkinkan untuk melakukan permintaan obat kembali.
“Itu yang maksud dengan pola distribusi dari mulai depo sampai dengan pos pelayanan, termasuk mekanisme permintaan dan instrumen yang digunakan untuk mempermudah penatalaksanaan obat dan perbekalan kesehatan,” kata Ahadi menjelaskan.
Depo farmasi saat ini melayani 554 kloter, 158 pos satelit, 11 sektor, apotek, dan ruang perawatan. Tenaga farmasi di depo berjumlah 4 orang, ditambah 7 orang TPK.
Pada tahun sebelumnya, terdapat tenaga farmasi di sektor. Kloter dapat mengambil obat di sektor, dan depo mendorong obat ke 11 sektor secara rutin, yakni 2-3 hari sekali. Tenaga farmasi di sektor mengendalikan obat di wilayah kerjanya, sehingga pelayanan lebih cepat dan pengendalian lebih mudah.
”Tantangan kami adalah menyelesaikan kegiatan di seluruh rangkaian penatalaksanaan untuk memberikan pelayanan obat bagi jemaah yang sakit di unit pelayanan kesehatan. Alhamdulillah dapat diselesaikan sampai Armuzna meski dengan segala kekurangan dan keterbatasan,” ujar Ahadi.