Dari Kotoran Manusia ke Pupuk: Revolusi Hijau yang Tak Terduga?

Aulanews.id – Di tengah krisis iklim, kotoran manusia bisa menjadi alternatif pupuk yang lebih ramah lingkungan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kotoran manusia dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk berbasis hewan atau sintetis, yang berdampak besar pada lingkungan dan biaya.

Pencemaran nitrat dari kotoran hewan dapat menimbulkan berbagai konsekuensi, mulai dari pertumbuhan alga yang berlebihan hingga kondisi yang disebut sindrom bayi biru . Pembuatan pupuk sintetis sangat boros energi sehingga produksinya menyumbang hingga 2% dari konsumsi energi global dan sekitar 1,4% dari emisi CO₂ global. dilansir dari phys (21/08/2024)

Pupuk ini juga menjadi semakin mahal, yang berarti semakin besar pula insentif untuk mencari alternatif . Jadi, bagaimana jika ada cara untuk mengubah salah satu produk limbah terbesar kita kotoran manusia menjadi pupuk berkelanjutan dan berdampak rendah?

Kotoran manusia, yang dulu sering digunakan sebagai pupuk, mulai dipertimbangkan kembali berkat kemajuan dalam teknologi sanitasi. Di Jepang, penggunaan kotoran manusia dalam pertanian sudah umum, sedangkan di Inggris “bau busuk yang menyengat” pada tahun 1858, bersamaan dengan wabah kolera , mendorong orang-orang membuang limbah toilet melalui saluran pembuangan bawah tanah.  Akibatnya, kedua negara ini memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang masalah ini.

Penelitian juga menunjukkan bahwa pria lebih cenderung menerima kotoran manusia sebagai pupuk dibandingkan wanita, mungkin karena kekhawatiran wanita mengenai risiko kesehatan.

Jadi, mengapa semua ini penting? Menangani krisis iklim memerlukan banyak inovasi berkelanjutan—termasuk menggunakan limbah kita sendiri secara lebih efektif. HEBF menawarkan alternatif yang berdampak rendah dan hemat sumber daya untuk pupuk tradisional, tetapi keberhasilannya bergantung pada penerimaan publik.

Memahami nuansa budaya dan gender dalam sikap terhadap HEBF sangat penting untuk membentuk bagaimana teknologi ini diperkenalkan dan ditingkatkan. Jelas bahwa pendekatan yang sama untuk semua orang tidak akan berhasil. Sebaliknya, kita perlu mempertimbangkan perbedaan ini saat melibatkan masyarakat di berbagai negara.

Limbah kita merupakan sumber daya yang potensial. Aspek keselamatan seperti risiko penyebaran bakteri yang resistan terhadap antimikroba yang ditemukan dalam tinja—tidak termasuk dalam cakupan proyek ini. Namun, seiring dengan meningkatnya tantangan lingkungan, sudah saatnya kita mempertimbangkan kembali cara kita menangani kotoran manusia.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist