Kiai Sumarkan mengatakan, di luar NU, khususnya orang-orang yang mau memperjuangkan khilafah itu dianggap tidak ada dalam Islam nasionalisme. Yang ada Islam adalah keseluruhan, kalau perlu membuat negara itu bukan satu negara, tapi negara dunia. Hal tersebut tentu tidak sejalan dengan perjuangan NU dan bagaimanapun NU tetap memperjuangkan tentang adanya nasionalisme khususnya menjaga NKRI. “Jadi kami koordinasi itu, supaya teman-teman atau para da’i di daerah memperjuangkan hal itu. Karena ada beberapa orang yang terhalangi, ketika hendak mendakwahkan model khilafah dan hal tersebut mempengaruhi audien atau masyarakat. Maka, diberhentikan dengan cara kekuasaan atau struktural,” ungkap Ketua Lembaga Dakwah Khusus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur tersebut.
Menurut Kiai Sumarkan, di era sekarang ini, media sangat mempengaruhi perjalanan dakwah. Oleh karena itu, ia ingin pimpinan cabang juga intens berdakwah melalui media sosial. Tentu dengan bahasa yang menarik, karena itu perlu berguru ke gus-gus pondok yang kiprahnya sudah luas, yang juga menguasai ilmu, baik dari segi materi, logika, penguasaan tafsir, dan penguasaan sosiologi masyarakat. “Kami ingin pertemuan ini tidak usai di sini, tapi berlanjut hingga ke depan untuk memberikan arahan. Termasuk workshop, diklat, madrasah kader da’I kita usahakan. Selain itu, yang sudah kami laksanakan itu dakwah bil hal, ini berdakwah dengan bakti sosial dan santunan, sambil memberikan nasihat, ceramah tentang penguatan akidah,” ungkap dosen Tafsir Alquran Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu.
Musabaqah Da’I Da’iyah 3 Bahasa Meriahkan 1 Abad NU