Aulanews.id – Judas dan Brutus adalah dua nama yang paling populer dalam sejarah pengkhianatan. Bahkan, penyebutan dua nama itu seakan sinonim dengan khianat itu sendiri. Tidak ada sesuatu dalam kepala kita ketika dua nama itu disebut selain pengkhianatan.
Penghianat mereka menjadi sangat terkenal karena orang tidak membayangkan bagaimana mereka bisa melakukannya. Judas Iscariot adalah salah satu dari dua belas murid Jesus atau Nabi Isa dalam keyakinan saya sebagai Muslim. Sebagai seorang murid, mestinya dia melindungi sang Guru.
Justru sebaliknya, dia melihat Jesus-nya sebagai komoditas yang bisa dijual. Dia menjual Jesus kepada para Imam yang ingin menangkapnya seharga tiga puluh keping perak. Tiga puluh keping perak, Saudara! Bahkan pada saat itu pun, itu bukan jumlah yang mewah.
Dikisahkan, setelah Perjamuan Terakhir dengan para muridnya, Jesus kemudian keluar jalan-jalan di Taman Getsemani. Di sinilah peristiwa penangkapan dan pengkhianatan itu terjadi. Karena para penangkap Jesus tidak tahu mana Jesus yang sesungguhnya, Judas memberinya tanda. Tandanya adalah Judas akan mencium seseorang. Siapapun yang dicium Judas, dialah Jesus.
Jika ciuman biasanya menjadi ekspresi cinta, kasih sayang, penghormatan, dan persahabatan, maka ciuman Judas adalah ciuman kematian. Sampai sekarang, istilah “kiss of death” atau ciuman kematian merujuk pada peristiwa ciumas Judas ke Jesus itu. Ciuman kematian adalah ciuman seorang pengkhianat; Ciuman yang sekilas tampak seperti sebuah ekspresi kasih sayang, tapi ujungnya adalah tikaman kematian.
Jika Judas adalah simbol pengkhianatan seorang murid kepada gurunya, maka Brutus adalah simbol pengkhianaan sahabat kepada pelindung sekaligus junjungannya. Brutus, lengkapnya Marcus Junius Brutus, adalah salah seorang senator Romawi. Namanya terkenal bukan karena karya-karya hebatnya di dunia politik, tapi karena pengkhianatannya kepada Julius Caesar.