Hingga ada tanggapan bahwa terlalu kecil untuk Gus Dur. Sehingga Gus Dur sudah mulai merasa sempit dengan pemikiran yang terbatas, dan tak semua pemikiran Gus Dur terekspresikan.
Tahun 1977 pun Gus Dur membuka peluang untuk mencari tempat lain yang dapat menerima pikiran-pikirannya. Ibu kota Jakarta dianggap Gus Dur sebagai habitat yang sempurna baginya untuk menuangkan pikiran-pikiran majunya. Dan orang ibu kota tentu akan lebih terbuka dan dapat menerima pikiran dan gagasan Gus Dur. Hingga selang setahun kemudian, tahun 1978 Gus Dur benar-benar pindah ke Jakarta. “Muhsin, Kamu tetap di Tebuireng saja ya, saya mau pindah ke Jakarta”.. ucap Gus Dur, “Loh, ada apa Gus?”, “Tebuireng terlalu kecil, saya ingin mencari tempat yang lebih luas untuk mengembangkan perjuangan,” jawabnya. “Oh, nggeh Gus, ndereaken….”.
MOHAMAD ANANG FIRDAUS
Penulis Kolom