Pemicu api bisa dari mana saja, bisa dibakar secara sengaja ataupun berasal dari puntung rokok yang dibuang sembarangan dalam kondisi masih menyala ataupun sumber bara api lainnya.
“Jadi tidak ada istilah gesekan daun kering lalu terbakar secara alami atau hawa panas di dalam tanah kemudian menjadi api,” tegas Guru Besar Fakultas Kehutanan ULM itu.
Namun, yang bisa terjadi ketika lahan gambut terbakar tidak padam sempurna, kemudian sewaktu-waktu menyala kembali ketika ada embusan angin memberikan oksigen pada hawa panas di dalam tanah yang terbuka.
Udiansyah menjelaskan lahan gambut sebagai tanah yang terbentuk dari penumpukan sampah-sampah organik dari tumbuhan sehingga kaya kandungan bahan organik.
Tanahnya yang lunak dan mudah amblas dengan kedalaman hingga beberapa meter ketika diinjak.
Oleh karena itu, ketika terbakar maka permukaannya terbuka dan bakal menghasilkan emisi yang lebih banyak dibandingkan lahan mineral biasa.
Bahkan, lapisan bawahnya mengandung pasir yang ketika terus terbakar maka gambut menjadi rusak dan hanya menyisakan semacam gurun pasir tanpa bisa dimanfaatkan untuk pertanian.
Dia pun menepis mitos lahan yang dibakar menjadi subur karena fakta ilmiah justru menunjukkan sebaliknya.
Namun khusus untuk jenis tanah mengandung mineral ada keyakinan abu hasil pembakaran menjadi subur, tetapi itu pun hanya dalam jangka singkat.
Ketika terjadi hujan maka mineral pun akan habis sehingga terjadi perladangan berpindah oleh masyarakat sejak zaman dulu lantaran tanah tidak subur lagi.
Udiansyah menyarankan lebih mengoptimalkan pembangunan sekat kanal yang bertujuan mencegah lebih banyak air keluar dan mempertahankan kondisi tergenang gambut karena esensial mencegah terjadinya lahan gambut mudah terbakar.