Menurut Dewi, pendampingan tersebut dimaksudkan memastikan sistem aplikasi bisa diakses dengan baik, terdokumentasi dengan baik dan dokumen-dokumen yang masuk bisa kita ukur,” ujar perempuan kelahiran Surabaya ini.
Dewi mengaku, pihaknya merasa harus memastikan aplikasi ini dipakai bisa digunakan karena harapannya agar data yang masuk bisa dijadikan data base. “Kalau kertas kan bisa rusak atau hilang, dan tidak ramah lingkungan,” tukasnya.
Dengan demikian dengan diselenggarakannya ASIFA, PW Fatayat NU Jatim memperoleh data yang akurat tentang struktur di dalamnya. “Misal di PC A itu berapa Pengurus Anak Cabangnya, Rantingnya juga siapa ketuanya kita ada semua datanya lengkap,” jelasnya.
Tahapan Kedua, Visitasi
Di tahapan ini Tim dari PW akan turun ke lapangan melihat langsung ke PC yang dimaksud. “Teman-teman yang turun lapangan tentu dibekali dengan dokumen yang telah diisi di aplikasi sebelumnya. Sehingga mereka sekaligus bisa melihat langsung kebenaran dokumen yang diisi,” terang Dewi. Terkait personel tim penguji, diberlakukan sistem silang dengan proses pendampingan sebelumnya. “Jika seorang anggota tim penilai yang mendampingi kota A, makai ia tidak diperbolehkan visitasi ke kota A. Ini untuk menjaga agar tidak ada bias atau keberpihakan dan menjaga akuntabilitas,” jelas Dewi.
Dewi menerangkan, dalam visitasi penilaian dititikberatkan pada performa. Kalau di tahapan pertama tolok ukur pada administrasi dokumen, maka tahap visitasi tolok ukurnta pada performa PC. “Bagaimana daerah atau PC mampu menunjukkan kinerjanya terutama program unggulannya,” katanya.