Aulanews.id – Majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) yang mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024, memunculkan anggapan bahwa Presiden Jokowi tidak akan bisa bersikap netral.
Founder Cyrus Network sekaligus konsultan politik, Hasan Nasbi memandang masalah ini dari dua perspektif. Dia mengatakan, Jokowi tidak akan bisa netral secara perasaan, karena Beliau pasti menginginkan hasil terbaik untuk anaknya, tetapi Jokowi bisa bersikap netral sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
“Kalau soal netral ini, secara perasaan Pak Jokowi tidak akan netral, secara perasaan, anak dia ada yang jadi calon wakil presiden tidak mungkin perasaan dia kemudian ‘saya dukung Ganjar saja atau saya dukung Anies saja’. Secara perasaan, dia tentu ingin anaknya juga mendapatkan hasil yang baik dan kebetulan anaknya berpasangan dengan Pak Prabowo,” kata Hasan Nasbi dalam kanal Youtube miliknya, Selasa (31/10/2023).
“Tapi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dia bisa bersikap netral. Dia bisa tidak menggunakan kedudukan, posisi, dan kewenangannya untuk tidak disalahgunakan,” imbuhnya.
Hasan Nasbi memberikan contoh ketika Jokowi maju kembali menjadi calon presiden di tahun 2019. Pada saat itu, tidak ada yang mempermasalahkan mengenai sikap netral Jokowi.
“Tahun 2019 Anda bayangkan, nggak ada orang yang bilang netral – netral. Ketika 2019 Pak Jokowi menjadi calon presiden, presidennya dia juga,” ucapnya.
“Ini kalau sekarang kan calon presidennya bukan dia, calon presidennya ada Pak Prabowo, ada Anies, ada Ganjar. Tahun 2019 itu calon presidennya dia juga, sementara presidennya dia juga,” tambahnya.
Selain itu, Hasan Nasbi juga mengaitkan hal tersebut ketika Pilpres 2004 dan 2009, dimana Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono juga maju sebagai capres ketika dirinya sendiri menjadi presiden pada saat itu. Baginya, hal–hal seperti ini sudah dialami Indonesia sejak dulu.
“kita sudah mengalami hal – hal yang seperti ini. Jangankan anaknya yang maju, diri sendiri yang maju ketika diri sendiri menjadi presiden juga ada,” ujarnya.
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan sikap netralitas, karena bangsa Indonesia terlalu besar untuk bisa dikontrol dengan kekuasaan dan kewenangan tertentu.
“Tidak selalu masyarakat Indonesia bisa ditaklukkan dengan menggerakkan birokrasi. Ini bangsa yang terlalu besar, ini bukan level Pilkades atau Pilkada kabupaten kota yang bisa dikontrol dengan kekuasaan atau kewenangan tertentu. Ini masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Ini sudah melebihi big data ini. Big data yang sangat obyektif ini. Jadi apa yang akan dipilih oleh masyarakat sudah pasti itu pilihan yang benar,” katanya.