“Tahun 2019 Anda bayangkan, nggak ada orang yang bilang netral – netral. Ketika 2019 Pak Jokowi menjadi calon presiden, presidennya dia juga.” Ucapnya.
“Ini kalau sekarang kan calon presidennya bukan dia, calon presidennya ada Pak Prabowo, ada Anies, ada Ganjar. Tahun 2019 itu calon presidennya dia juga, sementara presidennya dia juga.” Tambahnya.
Selain itu, Hasan Nasbi juga mengaitkan dengan saat Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki pola yang sama dengan Jokowi. Baginya Indonesia sudah mengalami hal – hal seperti ini sejak dulu.
“kita sudah mengalami hal – hal yang seperti ini. Jangankan anaknya yang maju, diri sendiri yang maju ketika diri sendiri menjadi presiden juga ada.” Ujarnya.
Baginya tidak perlu khawatir mengenai netralitas, masyarakat Indonesia tidak selalu bisa ditaklukkan dengan menggerakkan birokrasi, menurutnya Bangsa Indonesia terlalu besar untuk bisa dikontrol dengan kekuasaan dan kewenangan tertentu.
“Tidak selalu masyarakat Indonesia bisa ditaklukkan dengan menggerakkan birokrasi. Ini bangsa yang terlalu besar, ini bukan level Pilkades atau Pilkada kabupaten kota yang bisa dikontrol dengan kekuasaan atau kewenangan tertentu. Ini masyarakat dari Sabang sampai Merauke, ini sudah melebihi big data ini. big data yang sangat obyektif ini. jadi apa yang akan dipilih oleh masyarakat sudah pasti itu pilihan yang benar.” Ucapnya.
Hasan Nasbi mengatakan, jika pun ada intimidasi – intimidasi seperti itu pasti akan terbongkar.
“Kalau ada intimidasi – intimidasi pasti terbuka ke publik. kan tidak mungkin 1 – 2 orang yang diintimidasi kemudian menang. Kan perlu 100 juta orang yang diintimidasi supaya bisa menang kalau mau kayak gitu, dan itu pasti akan ke buka ke publik. tidak mungkin bisa ditutup – tutupi.” Ucapnya.