Aulanews.id – Harlin Turiah, seorang peneliti bahasa yang menyatakan beberapa bahasa daerah di Maluku terancam punah karena tergerus zaman akibat semakin sedikitnya jumlah penutur asli di kalangan muda, dan kurangnya upaya untuk pelestarian maupun revitalisasi.
Selain semakin sedikitnya jumlah penutur asli di kalangan muda, juga kurangnya upaya pemerintah dan masyarakat setempat untuk melestarikan dan melindungi bahasa mereka melalui pembelajaran sehari-hari menjadi faktor utama terhadap punahnya bahasa daerah.
Ia mengatakan bahwa dibandingkan dengan provinsi lainnya, terutama kawasan timur Indonesia seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, bahasa asli daerah Maluku berada di urutan pertama yang terancam punah seiring perkembangan zaman.
“Beberapa bahasa daerah Maluku terancam punah. Ini seharusnya segera diantisipasi karena lama-lama bahasa yang seharusnya menjadi bagian dari kebudayaan indonesia menghilang begitu saja,” tutur Peneliti Bahasa dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Harlin Turiah di Ambon, dilansir Antara, pada hari Rabu, 3 November.
Harlin mencontohkan Bahasa Masarete dari Kabupaten Buru. Saat itu penutur asli bahasa tersebut hanya tersisa satu orang dan usianya sudah lebih dari 80 tahun. Jika pengetahuan berbahasa dan komunikasi Masarete dari penutur asli tidak segera ditransfer maka akan benar-benar punah, seperti halnya bahasa Lowon.
“Salah satu ancaman kebahasaan yang paling besar di Indonesia ada di Maluku, lebih cepat dibandingkan beberapa provinsi lain seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, karena tidak ada upaya untuk pelestarian maupun revitalisasi dari pemerintah dan masyarakat,” ucap dia.
Bahasa Lowon dari Desa Latea, dari Kecamatan Seram Utara Barat, di Kabupaten Maluku Tengah, dinyatakan punah setelah satu-satunya penutur asli bahasa tersebut meninggal dunia dalam peristiwa bencana alam gempa bumi lima tahun lalu.
Dikatakannya lagi, saat ini ada 62 bahasa asli daerah Maluku yang telah terdata di Peta Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di antaranya bahasa Alune, Ambalau, Asilulu, Balkewan, Banda, Barakay, Batulei, Bobar, Boing, Buru, Damar Timur dan Dawelor.
Kantor Bahasa Provinsi Maluku, setahun yang lalu, mengusulkan Bahasa Koa dengan penutur aslinya adalah Suku Mausu Ane di Kabupaten Maluku Tengah, Bahasa Emar dari Pulau Kesui dan Bahasa Taul dari Desa Atiahu, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur untuk menambah 62 bahasa daerah yang telah terdata.