Aulanews.id – Kemiiliteran Israel mengatakan pasukannya tengah mempersiapkan kemungkinan konflik bersenjata dengan Iran yang menjadi musuh bebuyutan Tel Aviv selama ini.
Israel menganggap Iran sebagai ancaman eksistensial dan Tel Aviv berulang kali menegaskan akan bertindak dengan cara militer jika diperlukan untuk mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir.
Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Aviv Kohavi, mengatakan militer Israel “mempercepat rencana operasional dan kesiapan untuk menghadapi ancaman Iran dan nuklirnya.”
Berbicara dalam rapat komite urusan luar negeri dan pertahanan parlemen di Knesset,Kohavi mengatakan militer “terus bertindak melawan musuh kita dalam operasi dan misi rahasia di sekitar Timur Tengah” selama setahun terakhir.
Terpisah, Menhan Benny Gantz, mengatakan negaranya “terus bekerja sepanjang waktu untuk mencegah perang” mulai dari melakukan operasi, menyampaikan pesan intelijen, hingga mencegah pembangunan kapasitas militer.
“Jika terjadi perang, kami siap untuk melakukan operasi yang belum pernah terlihat di masa lalu dengan cara yang tidak pernah kami lakukan di masa lalu, yang akan membahayakan musuh teroris dan kemampuannya,” kata Gantz seperti dikutip Associated Press.
Pernyataan itu diutarakan Gantz dalam kunjungan ke sebuah pabrik industri pertahanan di kota utara Shlomi, dekat perbatasan Libanon.
Ketegangan antara Israel dan Iran terus memanas, terutama setelah Teheran mengumumkan terus menggenjot pengayaan uraniumnya yang menjadi bahan baku senjata nuklir.
Iran mengklaim kini sudah mencapai lebih dari 210 kilogram pengayaan dari 20 persen uranium. Langkah itu pun disebut sebagai tantangan sebelum menggelar pembicaraan dengan negara-negara Barat terkait proliferasi nuklir.
Di bawah kesepakatan antara Iran dan negara-negara kuat di dunia, Iran tidak diizinkan memperkaya uranium di atas 3,67 persen. Sementara uranium yang diperkaya di atas 90 persen dapat digunakan untuk senjata nuklir.
Pengumuman itu berlangsung ketika Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Iran sepakat akan kembali melanjutkan pembicaraan soal nasib kesepakatan nuklir 2015 pada 29 November di Wina.
Syaratnya, Iran harus membatasi program pengayaan uranium mereka sehingga mencegah produksi bom nuklir. Namun, Iran bersikeras bahwa program pengayaan itu dilakukan untuk kedamaian, dilansir dari cnnindonesia.com.