Seorang anak yang kehilangan kaki kirinya setelah tidak sengaja menginjak ranjau darat di sawah keluarganya di Myanmar tengah.
Korban menghadapi kriminalisasiKonsekuensi bagi korban ranjau darat lebih dari sekedar cedera fisik.
Orang-orang yang diamputasi, yang sudah bergulat dengan trauma yang mengubah hidup, dikriminalisasi oleh junta, yang mengaitkan hilangnya anggota tubuh dengan aktivitas perlawanan.
“Sekarang orang yang diamputasi terpaksa bersembunyi untuk menghindari pelecehan dan penangkapan. Kehilangan anggota tubuh dipandang sebagai bukti kejahatan”kata para ahli.
Kenyataannya jauh lebih burukDi tengah gambaran yang mengerikan tersebut, kenyataannya bahkan lebih buruk lagi bagi para korban ranjau darat dan keluarga mereka.
“Saya patah hati saat berbicara dengan seorang wanita muda yang kehilangan kakinya setelah menginjak ranjau darat dekat rumahnya,” kata Mr. Andrews.
“Namun saya marah ketika dokternya memberi tahu saya bahwa dia tidak punya harapan untuk mendapatkan prostesis karena pasukan junta memblokir akses terhadap bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat prostesis.”tambahnya.
Panggilan untuk bertindakBapak Andrews dan Ibu Hagrass mendesak Negara-negara Anggota PBB untuk mengambil tindakan terkoordinasi untuk melemahkan kemampuan junta militer dalam merugikan warga sipil.
Mereka juga meminta semua pihak yang berkonflik di Myanmar untuk segera berhenti memasang ranjau darat dan mulai memindahkannya tanpa penundaan.
Wawancara terkait: Pakar hak asasi independen mendesak tindakan yang lebih kuat dan terkoordinasi terhadap junta Myanmar
Pelapor Khusus adalah pakar hak asasi manusia independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB sebagai bagian dari Prosedur Khususnya. Mereka diberi mandat untuk memantau dan melaporkan isu-isu tematik tertentu atau situasi negara dan bekerja atas dasar sukarela.