Diperkirakan bendungan bagian atas adalah yang pertama kali rusak, menurut insinyur struktur Andrew Barr.
Menurutnya, air kemungkinan mengalir ke lembah sungai berbatu menuju bendungan yang lebih rendah dan membuat bendungan itu kewalahan. Alhasil, banjir bandang secara tiba-tiba menghantam Kota Derna yang terjebak di antara gunung dan laut.
Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan tahun lalu tentang hidrologi Cekungan Wadi Derna menyoroti bahwa daerah tersebut “memiliki potensi risiko banjir yang tinggi”, berdasarkan kemungkinan bahwa dulu banjir pernah sangat besar dan bahwa bendungan tersebut “memerlukan pemeliharaan berkala”.
Laporan tersebut, yang ditulis oleh pakar teknik sipil Abdelwanees AR Ashoor dari Universitas Omar Al-Mukhtar di Libia, mengatakan bahwa “situasi saat ini di Cekungan Lembah Derna mengharuskan para pejabat untuk mengambil tindakan segera, melakukan pemeliharaan rutin terhadap bendungan yang ada, karena jika terjadi banjir besar, akan menjadi bencana bagi penduduk lembah dan kota”.
Beberapa ahli telah menyoroti kemungkinan peran ketidakstabilan politik di Libia dalam pemeliharaan bendungan.
Ketika upaya penyelamatan di kota tersebut terus berlanjut, jurnalis Libia Johr Ali, yang berbicara dengan para penyintas di kota tersebut, mengatakan kepada BBC: “Orang-orang mendengar tangisan bayi di bawah tanah, mereka tidak tahu bagaimana cara mencapainya.
“Orang-orang menggunakan sekop untuk mengambil jenazah dari bawah tanah, mereka menggunakan tangan mereka sendiri. Mereka semua bilang ini seperti hari kiamat.” (Mg01)