Etika kedua, ketika belajar ilmu, maka dianjurkan bagi penuntut ilmu (bagi murid) untuk mengurangi interaksi (hubungan-hubungan) dengan duniawi atau hal-hal duniawi. Ini bertentangan dengan modernitas, dimana ada konsep “link dan match” karena dimaksudkan menuntut ilmu untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk mencari jabatan atau kesuksesan duniawi semata.
Lebih dari itu, karena Allah SWT menciptakan hati dan batin kita hanya satu. Jadi tidak mungkin ada dua tujuan pada waktu bersamaan. Karena itu harus ada prioritas sehingga mencari ridha Allah SWT diutamakan.
Etika ketiga, tidak boleh bersikap sombong kepada suatu ilmu, orang yang berilmu (guru, master, suhu) dan tidak boleh merendahkan kepada guru. Al-kisah, Zaid ibn Tsabit, pada masa itu merupakan orang-orang berpengetahuan dan ulama, menyalati jenazah dan selesai shalat seekor keledai dituntun dan dihadirkan untuk jadi tunggangannya, lalu beliau naik dan Abdullah Ibn Abbas, keponakan Rasulullah SAW, bergegas menuntun keledai itu.
Akhirnya, Zait ibn Tsabit kaget dan meminta untuk dilepas, tidak perlu dituntun tapi Ibn Abbas berkata: “beginilah kami dicontohkan Rasulullah SAW cara untuk menghormati ulama (orang yang berpengetahuan) dan orang mulia.” Lalu segera Zaid ibn Tsabit turun dari keledainya dan mencium tangan (salim) kepada Abdullah Ibn Abbas yang dan penjelasan dari Zaid bin Habits “beginilah kami dicontohkan memperlakukan keluarga Rasulullah SAW.”
Etika keempat, orang yang sedang mencari ilmu di masa awal (junior), sebaiknya mendengarkan ajaran gurunya, hindari mendengarkan perdebatan dan dialektika dari mereka yang sudah senior atau ulama lain. Itu artinya, bagi pemula yang sedang mencari ilmu, maka carilah panutan dan saat sudah ketemu maka ikutilah. Jangan cari sana-sini tiada ada ketetapan, labil dan juga jangan cela panutan (ulama, guru, kiai) orang lain. Tidak setuju pada panutan orang lain tidak apa-apa, tapi jangan dicela apalagi diajak adu mulut untuk menang-kemenangan.
Syahdan, dalam dunia Islam antara ilmu dan akhlak itu berkelindan, saling berhubungan dan mendukung. Satu paket. Sedangkan di dunia modern, khususnya di barat antara ilmu dan akhlak tidak berkelindan atau bercerai. Karena itu, bagi ahlul Islam dalam mencari ilmu, menuntut ilmu, maka diperhatikan juga akhlak dari sang guru.
Pada masa sekarang ada sekularisme, yaitu kondisi di mana ilmu dan akhlak dari guru atau dari penuntut ilmu bisa bertolak belakang. Ilmu yang diajarkan baik, tapi yang mengajarkan berakhlak buruk. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menuntut ilmu itu adalah ibadah batin bagi kita maka harus mensucikan diri. Dalam hal ini mensucikan anggota badan batin. Ini adalah sudut pandang tasawuf. Sama seperti wudhu untuk anggota badan fisik, maka ada wudhu untuk anggota badan batin (caranya dengan mensucikan diri dari pamrih-pamrih duniawi).