Ketiga adalah ilmu yang semakin dosisnya tinggi semakin baik dipelajari. Ini spesialisasi atau kekhususan. Artinya, tidak semua mampu melakukannya dan karenanya juga jadi tidak wajib. Menurut al-Ghazali ilmu itu sendiri dikategorikan menjadi: pertama ilmu sederhana (dasar) yang wajib diketahui. Misalnya ilmu tata-cara beribadah bagi semua muslim.
Kedua, ilmu tingkat menengah. Dalam hal ini, al-Ghazali menganjurkan kita, orang-orang pada umumnya, untuk mempelajari ilmu-ilmu hingga tingkat menengah. Ini adalah dosis yang cukup karena sedikit lebih tinggi dari ilmu dasar, sehingga kita memiliki wawasan yang sedikit lebih luas dan lebih baik. Tidak perlu sampai ke tingkat spesialis.
Ketiga, ilmu tingkat atas dan hanya dianjurkan jika ingin spesialis dan ada kemampuan. Hanya saja saran al-Ghazali, jangan sampai menuntut ilmu di level ini menjadikan kemewahan dan keistimewaan agar bisa meraih posisi-posisi duniawi.
Namun demikian, dari tiga kategori itu, al-Ghazali tetap menyarankan agar menyisakan ruang dan kesempatan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang sejati, yaitu ulumul akhirah (ilmu tentang seluk-beluk rohani manusia). Inilah ilmu untuk mengenal diri agar kita selamat di dunia dan akhirat.
Al-kisah, ada seorang alim yang mendedikasikan hidupnya menuntut ilmu hingga level terjauh (tinggi) hanya untuk berdebat. Singkat cerita akhirnya, ketika orang alim ini wafat, kemudian ada orang alim lain yang bermimpi bertemu orang alim yang telah wafat tersebut. Kemudian ditanyakan kepada orang alim yang wafat tersebut tentang status ilmunya setelah dia wafat. Di jawab oleh orang alim yang wafat itu dengan cara meniup debu di tangannya sebagai tanda bahwa, ilmunya hanya keren di dunia dan tiada ada manfaat baginya di akhirat.
Sebuah hadits menyatakan: “Jika ada bangsa yang tersesat setelah mendapatkan hidayah biasanya karena mereka suka berdebat.” Itu artinya, jika seseorang sudah dapat hidayah atau ilmu yang baik, lalu digunakan untuk berdebat, maka hidayahnya luntur atau hilang seketika. Ini sebabnya al-Ghazali mewanti-wanti agar kita selalu menghindari debat.
Sekiranya jika kita ingin berdebat, pastikan diri kita sudah paham aturan-aturan atau panduan berdebat dengan kebenaran-kebenaran yang terbukti, dan tidak terbantahkan agar tidak tergelincir jadi debat kusir semata-mata atau untuk kemenangan saja.
Keutamaan Ilmu dan Ilmu Yang Terpuji
Sering kali al-Ghazali membahas tentang keutamaan-keutamaan ilmu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya belajar ilmu. Apapun ilmunya, baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lain non-agama. Pertanyaannya, benarkah ilmu agama lebih penting dari ilmu non-agama? Jawabannya sama-sama penting.