Aulanews.id – Dalam pandangan Imam al-Ghazali, aktifitas menuntut ilmu atau mencari ilmu adalah masuk dalam kategori ibadahnya hati dan akal manusia. Karena itu, jika anggota tubuh lahir, maka ada ibadahnya adalah shalat (di samping juga ibadah secara sosial). Tentu saja sebelum ibadah ada syarat-syarat bersuci atau wudhu terlebih dahulu.
Cara bersesuci ruhaninya sebelum beribadah (menuntut ilmu) adalah dengan menyucikan hati dari tujuan-tujuan yang bersifat duniawi. Sekiranya ada ulama punya pengetahuan, sementara ia tak bersesuci secara ruhani dalam mencari ilmu karena mencari posisi-posisi duniawi, maka dalam pandangan al-Ghazali mereka adalah golongan ulama ulama buruk.
Dalam hal ini, bukan berarti kita tidak boleh mencari peluang baik dalam meraih dan mengejar target karier. Namun, sebaiknya tujuan pertama dan utama, adalah mencari ilmu untuk ridha Allah SWT. Menurut Gus Ulil, dalam mencari ilmu itu seperti layaknya kita minum obat, ada dosisnya. Jika berlebihan atau salah dosis tentu bisa berbahaya dan celaka. Al-Ghazali membagi dosis ilmu menjadi tiga bagian:
Pertama adalah ilmu yang dosisnya sedikit ataupun banyak tetap jelek, yaitu ilmu yang tercela seluruhnya seperti ilmu sihir. Tidak tercela, jika di pelajari sebagai bagian dari ilmu antropologi, karena dipelajari untuk kepentingan penelitian peradaban manusia misalnya. Bukan untuk menguasai dan mengamalkan ilmu sihir “thok”.
Kedua adalah ilmu yang dosisnya secukupnya saja, jangan berlebihan. Sebagian besar ilmu pengetahuan ada di posisi ini. Penjelasan al-Ghazali mengapa sebaiknya jangan berlebihan? Agar ilmu tersebut tetap membawa atau membantu kita untuk wushul (sampai) kepada Allah SWT, bukan sebaliknya membuat diri kita makin jauh.
Ibaratnya kita adalah pengembara dan berkelana di dunia. Kita tahu, ada dua jenis pengembara; yang tersesat karena kehilangan arah dan yang tahu arah karena tahu tujuannya. Peta adalah ilmu bantuan agar tahu arah, dalam hal ini manusia berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada Allah SWT. Dengan demikian, ilmu yang kita tuntut di harapkan bisa memberi petunjuk agar tidak tersesat, tahu asal-usul kita dan kepada siapa kita kelak akan kembali.
Dosis yang dimaksudkan al-Ghazali adalah “secukupnya saja” agar kita tetap sadar diri dan tetap berjalan mengarah kepada tujuan sejati, mengarah kepada Allah SWT. Karena jika berlebihan bisa membuat kita lupa kepada tujuan karena asyik berkutat dengan pengetahuan itu sendiri. Jelasnya, dapat menjadikan arah langkah kita melenceng dari tujuan dan berubah mengejar posisi pujian dan sejenisnya.