Aulanews.id – Munculnya oknum ASN (Aparatur Sipil Negara) yang melibatkan diri atau dilibatkan dalam dukung mendukung pasangan calon kepala daerah, membayakan demokrasi.
ASN jangan dilibatkan atau melibatkan diri dalam dukungan calon kepala daerah. Baik ke dalam calon walikota atau calon bupati dan calon gubernur. Langkah melibatkan ASN ke dalam ranah politik, sama dengan memutar jarum ke Jaman Orde Baru.
Orde Baru pernah mengkooptasi ASN ke dalam politik praktis selama 32 tahun, berakibat fatal terhadap demokrasi. Akibatnya, krisis politik di tahun 1997 yang terus berkepanjangan hingga Presiden Habibie, Gus Dur sampai Megawati. Krisis politik itu berlanjut ke krisis ekonomi bertahun tahun.
Selanjutnya ASN dulu disebut Korpri, berbenah secara internal memperbaiki diri. Mengevaluasi sepak terjangnya. Akhirnya ditemukan solusinya. Netralitas ASN harus dijaga. Lalu.? Dibuatkan aturan, ASN tidak boleh ikut berpolitik. Tidak boleh ikut dukung mendukung dalam politik. Tidak boleh jadi anggota partai politik.
ASN jika ingin terlibat politik, atau dilibatkan dalam politik, harus mundur dari ASN. Itu ketentuan yang disepakati secara nasional. Kesepakatan itu dibuatlah undang undang ASN yang terakhir UU No. 20 tahun 2023. Undang undang tersebut merupakan koreksi atas undang undang ASN sebelumnya.
Salah satu pokok etika ASN adalah tidak boleh diintervensi partai politik. ASN harus bebas.
Bagaimana jika ASN kok dilibatkan oleh pasangan calon kepala daerah.? ASN bisa disanksi. ASN itu bisa dilaporkan ke Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). ASN bisa dipidana penjara jika dilibatkan ke ranah politik.