Aulanews.id – PBB pada hari Senin mengecam pernyataan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir baru-baru ini mengenai pembangunan sinagoge di dalam lokasi Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut “sangat kontraproduktif.”
“Pernyataan semacam ini sangat kontraproduktif, paling tidak begitu. Pernyataan ini berisiko mengobarkan situasi yang sudah kering kerontang,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
Menyoroti sensitivitas seputar status tempat-tempat suci di Yerusalem, Dujarric mengatakan bahwa, “Ada status quo yang disepakati para pihak terkait tempat-tempat suci di Yerusalem yang harus dihormati oleh semua pihak.” dilansir dari aa.com pada hari Selasa (27/8/2024).
Ia mendesak kepatuhan terhadap perjanjian ini, baik dalam tindakan maupun pernyataan publik, guna menghindari meningkatnya ketegangan lebih lanjut.
Ben-Gvir mengklaim pada hari Senin bahwa orang Yahudi memiliki hak untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa, dan mengatakan bahwa ia akan membangun sinagoge di lokasi titik api tersebut.
Ini adalah pertama kalinya menteri Israel berbicara terbuka tentang pembangunan sinagog di dalam Masjid Al-Aqsa. Namun, dalam beberapa bulan terakhir ia telah berulang kali menyerukan agar orang Yahudi diizinkan beribadah di lokasi tersebut.
Seruannya itu disampaikan di tengah maraknya penyerbuan ke kompleks tersebut oleh pemukim ilegal Israel yang berada di bawah perlindungan polisi.
Masjid Al-Aqsa dianggap sebagai situs tersuci ketiga dalam Islam. Umat Yahudi menyebut area tersebut sebagai Temple Mount, yang diyakini sebagai lokasi dua kuil Yahudi kuno.
Ketika ditanya tentang laporan terbaru dari seorang pejabat senior PBB yang menyatakan bahwa operasi bantuan PBB di Gaza telah dihentikan setelah perintah evakuasi terbaru Israel di Deir al Balah, Dujarric mengatakan UNRWA, badan pengungsi Palestina, mampu beroperasi karena “mereka menyatu dengan penduduk.”
Israel terus melancarkan serangan brutalnya di Jalur Gaza menyusul serangan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan itu telah mengakibatkan lebih dari 40.400 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 93.500 luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade berkelanjutan di Gaza telah mengakibatkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sehingga sebagian besar wilayah hancur.