Aulanews.id – Para peneliti dari Stanford dan Colorado State University telah mengembangkan metode baru untuk mempelajari dampak pemanasan global pada peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas di Amerika Serikat dan negara lainnya dalam beberapa tahun terakhir. Metode yang diperkenalkan pada 21 Agustus di jurnal Science Advances ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menilai sejauh mana pemanasan global mempengaruhi suhu ekstrem.
Metode ini tidak hanya cepat dan murah, tetapi juga terbukti sangat akurat, sehingga bisa mengubah cara ilmuwan mempelajari dan memprediksi dampak perubahan iklim. Temuan ini bisa membantu dalam merancang strategi adaptasi iklim dan relevan untuk tuntutan hukum terkait kerusakan akibat perubahan iklim. dilansir dari phys (22/08/2024)
“Kita telah melihat dampak cuaca ekstrem pada kesehatan, infrastruktur, dan ekosistem,” kata Jared Trok, penulis utama studi tersebut dan mahasiswa Ph.D. di Stanford. “Untuk menciptakan solusi yang efektif, kita perlu memahami seberapa besar pemanasan global mendorong perubahan dalam peristiwa ekstrem ini.”
Dalam penelitian ini, para ilmuwan melatih model AI untuk memprediksi suhu maksimum harian berdasarkan kondisi cuaca regional dan suhu global rata-rata. Model ini dilatih menggunakan data simulasi iklim dari tahun 1850 hingga 2100.
Setelah diverifikasi, model AI ini digunakan untuk memprediksi suhu gelombang panas di dunia nyata dengan berbagai tingkat pemanasan global. Misalnya, gelombang panas di Texas pada tahun 2023 diprediksi menjadi 1,18 hingga 1,42 derajat Celsius lebih panas karena perubahan iklim.
Para peneliti juga memprediksi bahwa gelombang panas yang lebih parah bisa terjadi lebih sering jika pemanasan global mencapai 2,0 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Saat ini, pemanasan global mendekati 1,3 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.