Memahami Doktrin & Ilmu Hukum dalam Lex Sportiva [Kode Disiplin PSSI]

Aulanews.id – Dalam dunia olahraga, lex sportiva adalah sebuah asas bahwa olahraga memiliki hukum yang bersifat otonom, independen, dan berlaku secara universal. Maka dari itu, federasi olahraga berhak untuk mengelola aturannya sendiri tanpa adanya intervensi.

Penegakan disiplin adalah wujud dari kedaulatan olahraga dalam hal ini adalah sepakbola.

Tujuan Kode Disiplin sesuai dengan Pasal 1 Kode Disiplin PSSI ini adalah mengatur jenis-jenis pelanggaran disiplin, penerapan sanksi, tupoksi badan yudisial dan hukum acara persidangan. Jadi sangat jelas bahwa Tujuan Kode Disiplin adalah menegakkan aturan, sifatnya penindakan dan diatur dengan fungsi tugas badan yudisial.

Saat ini fungsi penindakan dari Komisi Disiplin PSSI sebagai alat penegakan disiplin PSSI boleh kita katakan tidak berfungsi atau disfungsi

Ketika Satgas Anti Mafia Bola Polri mengumumkan status tersangka kepada para pelaku match fixing Vigit Waluyo, Official PSS Sleman & Perangkat Pertandingan. Mungkin Komdis PSSI mengedepankan azas praduga tidak bersalah sehingga saat September 2023 Komdis masih belum tergerak untuk bersidang & memutus.

Namun ketika bulan Maret 2024 PN Sleman memutus hukuman bagi para pelaku match fixing, hingga Mei 2024 Komdis PSSI pun belum juga bersidang & memutus perkara. Sehingga saya bertanya-tanya, kenapa ya belum bersidang?

Dalam situasi penantian tersebut, kita semua patut untuk merenung dan berkontemplasi, apa makna definisi independen bagi Komdis PSSI dari Pasal 86 kode disiplin pssi yang hingga saat ini tidak ada putusan hukum sepakbola (lex sportiva) terhadap para pelaku match fixing yg sudah terhukum dan bahkan sudah ada yang selesai menjalani pidana kurungan.

Tujuan dari mengulas komdis ini bukan untuk menyalahkan atau menyudutkan Komdis PSSI. Ketika kasus pungli wasit terkuak, publik memberikan waktu bagi Komdis untuk bekerja tanpa tekanan selama 8 bulan untuk memutus perkara. Soal PSS Sleman & Wasit terhukum pun setelah 2 bulan dari putusan PN Sleman baru saya bicara, dan itu juga hanya sekedar bertanya kapan kira-kira disidangkan dan diputus perkaranya. Namun tidak disangka muncul reaksi berlebihan, apalagi mempertanyakan motivasi saya membahas soal penegakan disiplin. Motivasi saya clear agar penegakan disiplin berjalan, justru saya mempertanyakan motivasi Komdis yang terkesan mengulur waktu untuk bersidang dan memutus perkara? Ada kepentingan apa? Dan untuk kepentingan siapa? Mengapa Komdis memberikan kesan anti kritik, mudah tersinggung dan reaktif dalam menanggapi respon? Dalam ilmu psikologi sederhana, orang akan mudah naik darah atau marah-marah ketika terdesak dengan pertanyaan untuk menutupi kesalahannya.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist