Aulanews.id – Hari Raya Idul Fitri hampir telah tiba. Banyak kalangan masyarakat hingga media merayakannya dengan menyebutnya hari kemenangan. Namun demikian, hal ini merupakan sesuatu yang perlu diluruskan, dikarenakan adanya kesalah pemahaman terhadap doa populer “minal aidin wal faizin”. Lalu bagaimana sebenarnya makna yang benar dari doa ini? Mengapa penyebutan hari kemenangan dianggap kurang tepat?
Syahdan. Memang banyak sekali hal-hal yang muncul setelah Rasulullah Saw. yang sifatnya baru. Tentu saja, kita tidak ingin berkata bahwa semua yang baru itu terlarang. Kita tidak berkata pula kullu bid’atin dhalalah. Akan tetapi, di sisi lain, ada pengertian-pengertian yang muncul dalam masyarakat yang sudah populer, yang sebenarnya kalau kita merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah Nabi, apa yang populer itu “minal aidin wal faizin kullu aam wa antum bi khair”. Ini bagus walaupun tidak dikenal pada masa Nabi Saw. Karena pada masa Nabi ucapannya adalah “taqabbalallahu minna wa minkum”.
Namun demikian, banyak orang atau masyarakat, TV, koran-koran menamai Idul Fitri dengan hari kemenangan. Lalu kemenangan terhadap siapa? Siapa yang Anda lawan sehingga Anda mengumumkan bahwa Idul Fitri itu hari kemenangan? Apakah menang melawan hawa nafsu atau melawan setan? Apakah benar demikian?
Kata Quraish Shihab, ini agaknya keliru. Orang-orang keliru memahami arti faizin dengan menang. Padahal, perjuangan melawan nafsu dan setan, pertempuran itu berlanjut tidak ada hentinya, kecuali setelah kita mati. Benar kata Rhoma Irama “Sepanjang sejarah manusia kemungkaran tak pernah sirnah, namun jangan pernah kau menyerah pada pengeruh si durjana, karena dia musuh yang nyata yang berbisik di dalam dada.”
Bisa jadi, Anda menduga diri Anda menang, padalah sebenarnya Anda sudah kalah. Kenapa demikian? Karena setan paling pandai “memperindah yang buruk”. Allah Swt. berfirman:
وَاِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطٰنُ اَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لَا غَالِبَ لَـكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَاِنِّيْ جَارٌ لَّـكُمْ ۚ فَلَمَّا تَرَآءَتِ الْفِئَتٰنِ نَكَصَ عَلٰى عَقِبَيْهِ وَقَالَ اِنِّيْ بَرِيْٓءٌ مِّنْكُمْ اِنِّيْۤ اَرٰى مَالَا تَرَوْنَ اِنِّيْۤ اَخَافُ اللّٰهَ ۗ وَاللّٰهُ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika setan menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan (dosa) mereka dan mengatakan, “Tidak ada (orang) yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini, dan sungguh, aku adalah penolongmu.” Maka ketika kedua pasukan itu telah saling melihat (berhadapan), setan balik ke belakang seraya berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu; aku dapat melihat apa yang kamu tidak dapat melihat; sesungguhnya aku takut kepada Allah.” Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Anfal [8]: 48).